Belerang dari G.Welirang |
Jenuh dengan aktivitas
sehari-hari yang monoton yaitu kuliah, tidur, ngopi, belajar, praktikum dll
membuat otak ini lama-lama jadi stress. Maka perlulah refreshing sejenak untuk
menghilangkan kejenuhan tersebut dan refreshing yang paling tepat menurut saya adalah naik
gunung. Mengapa sih memilih naik gunung??? Kan capek dan buang-buang duit aja,
lebih enak tidur atau santai-santai sambil nonton TV. Itulah jawaban yang
paling saya benci terhadap orang yang sering menganggap sinis terhadap kegiatan
ini. Mereka yang beranggapan seperti itulah yang belum pernah merasakan
senangnya bila dekat dengan alam dan tak pernah bersyukur terhadap ciptaan sang
Pencipta, padahal melalui kegiatan ini kita dapat meperoleh banyak pelajaran
berharga yang mungkin belum pernah kita dapat selama kita hidup. Yang
terpenting rasa bersyukurlah yang membuat kita tetap ingat pada sang Kuasa akan
tugas kita sebagai khalifah dimuka bumi ini dengan selalu menjaga keseimbangan
ekosistem yang ada dibumi ini.
Surabaya - Tretes
Hari jumat adalah hari-hari yang
sudah lama kami tunggu, berapapun orangnya yang ikut berangkat saya akan
meladeni mereka yang benar-benar berkomitmen untuk ikut. Karena saya orang yang
berkomitmen dan saya tak suka orang yang kebanyakan alasan dan suka mengobral
janji. Malam itu kami berempat yang terdiri dari Saya, nandi, Rizal dan Andi
berangkat dari kampus perjuangan sekitar pukul 22.00 WIB. Persiapan yang
sebenarnya agak mendadak karena kami harus pinjam barang ini-itu, maklum
sedikit pengiritan biaya tetapi kami bersyukur perlengkapan kami semua lengkap
dari logistik, perlengkapan makan, tidur, tenda dll. Kamipun berangkat dengan
mengendarai motor dari Surabaya menuju Tretes-pasuruan yang kurang lebih
ditempuh dengan 1 jam 30 menit. Pendakian pada hari itu special karena
mendekati detik-detik pengambilan keputusan kenaikan harga BBM, sehingga di
kampus banyak mahasiswa demo untuk memprotes kenaikan harga BBM yang akan
semakin membuat rakyat menderita. Kami yang menyandang status sebagai mahasiswa
pun sebenarnya ikut prihatin stas sikap pemerintah, tapi gimana lagi sekeras
apapun kami bersuara pasti tetap tak digubris oleh mereka. Kami saat itu hanya
berdoa semoga saat kepulangan kami dari mendaki, BBM tak jadi naik. Kamipun
sampai di pos pendakian Tretes sekitar pukul 23.30 WIB, karena pos pendakian
sudah tutup, kami hanya menitipkan motor di rumah penjaga pos yang bersebelahan
dengan pos sambil menitipkan KTP. Sebelum memulai pendakian, kami meyempatkan
diri turun ke bawah dulu untuk membeli sesuatu guna melengkapi kebutuhan
pribadi kami masing-masing sambil ngopi-ngopi dulu untuk menikmati dinginnya
kota kecil di lereng gunung Arjuno-welirang ini.
Tretes – Pet Bocor
Setelah puas, kami kembali ke pos
untuk siap-siap memulai pendakian. Tak lupa doa kami panjatkan kepada Tuhan
agar diberi keselamatan dalam perjalanan berangkat dan pulang. Target kami
malam itu ngecamp dulu di pet bocor, kamipun memulai pendakian dengan
menyalakan lampu senter kami masing-masing untuk menerangi jalanan. Jalan yang
kami lewati saat itu licin diselingi basahnya dedaunan semak, akibatnya celana
kamipun cepat basah. Karena jarak yang tak terlalu jauh, sekitar 20 menit kami
sampai di pet bocor. Pet bocor merupakan sebuah pos bayangan dan camping ground
area yang masih menyediakan air dari pipa-pipa yang menyalurkan air dari sumber
menuju rumah-rumah penduduk, dan pipa-pipa itu kebetulan bocor ditempat itu
sehingga banyak air yang keluar alias tumpah sehingga dibuatlah kran untuk
mengambil air dan hingga sekarang dinamailah “pet bocor”. Di pet bocor ini masih
terdapat warung, karena kami sampai ke situ kemalaman, ya sudah tutup lah. Tak
berlama-lama beristirahat karena udara sudah mulai mendingin dan tubuh kami
mulai menggigil, kamipun mendirikan tenda. Setelah tenda sudah berdiri,
barang-barang kami masukkan. Kami keluarkan matras dan sleeping bag
masing-masing, karena malam itu tidaklah terlalu dingin alhasil sleeping bag
sebenarnya tak berfungsi. Kebiasaan begadang hingga pagi berpengaruh pada
sulitnya kami tidur malam itu, alhasil kami tetap melek sambil ngobrol hingga
benar-benar mata kami terlelap. Kira-kira tidur cuma 1-2 jam kami terbangun
karena hari sudah pagi dan merupakan sinyal untuk melanjutkan perjalanan lagi
di pagi itu menuju pos 1 kokopan.
Pet Bocor - Kokopan
Setelah beres-beres sekitar jam
06.30 WIB kami berangkat melanjutkan perjalanan. Dengan mata yang sebenarnya
masih ngantuk, tapi kami harus mengejar waktu agar bisa sampai tepat waktu di
pos 2 pondokan sore hari. Awal kaki melangkah melewati jalan yang bercor
sehingga lumayan memudahkan kami dalam berjalanan, tetapi kenikmatan tersebut
cuma sesaat alias tak bertahan lama. Dan Inilah perjalanan yang sesungguhnya
baru dimulai ketika sehabis melewati pos berpalang, jalanan berbatu sudah
menyambut dengan tatanan sedemikian rupa. Setelah berjalan beberapa meter barulah
terasa beratnya perjalanan bila melewati trek seperti ini dan yang paling
sering berkeluh kesah ya si Rizal. Maklum dia pemula dan baru pertama kali
lewat jalan seperti ini, ini merupakan shock terapi pertama buat dia karena
masih banyak jalanan yang lebih kejam lagi dari jalanan yang dia lewati saat
itu. Selain tersusun atas batu-batu, jalanan ini juga berkelok-kelok hingga
lama-lama membuat bosan dalam pendakian ini, ya bagaimana lagi!! Ini kan bukan
jalan pendakian saja, ini juga merupakan jalan kendaraan pengangkut belerang
alias jeep. Setelah lama berjalan dan beberapa kali istirahat karena si Rizal
yang cenderung tak kuat berjalan lama, kira-kira masih setengah perjalanan
menuju pos 1. Kami membuka bekal kami berupa roti untuk sekedar pengganjal perut
kami yang keroncongan dari tadi. Setelah sekitar 3,5 jam kami berjalan dari pet
bocor, akhirnya kami sampai di pos 1 kokopan sekitar pukul 10.00 WIB. Inilah
pencapaian luar biasa si Rizal yang dari tadi di sepanjang perjalanan selalu
bertanya, masih lama bro??? dan jawaban saya selalu, santai kurang 2 tikungan
lagi. Dalam hal pembelajaran naik gunung buat pemula, perlu diberikan
suntikan/dorongan semangat berlebih agar mereka tak kecewa ditengah jalan dan
jalan satu-satunya ya dengan agak membual sedikit. Sesampainya di pos 1
kokopan, kami melepas penat dengan mandi di mata air alami yang benar-benar
sejuk. sejuknya air di tempat itu membuat pegal-pegal seolah hilang dan
berganti dengan kesegaran baru pada badan kami masing-masing. Sambil menunggu
mandi bergiliran, saya bertugas memasak makanan. Menu seperti biasanya yaitu
nasi mie + sardine, ditambah wedang kopi hangat semakin memantabkan suasana
saat itu. Setelah semua matang dan siap disajikan, seperti biasanya teman-teman
selalu tidak membawa perlengkapan makanan, alhasil kami makan masih dalam panci
+ tanpa sendok alias pakek tangan. Panaspun tak kami hiraukan karena perut kami
benar-benar lapar. Berhubung nasi yang saya masak kurang matang, jadi lauknya
habis duluan dan nasinya masih tersisa banyak. ya memang sedikit mubazir karena
harus membuang makanan, tetapi gimana lagi kondisi perut kami yang sudah
kekenyangan. Habis makan kami istirahat sebentar sambil tidur sejenak di gubuk
yang terdapat pada pos tersebut. Setelah sekiranya tenaga telah pulih kembali,
sekitar pukul 12.30 kami berangkat melanjutkan perjalanan menuju pos 2
pondokan.
Kokopan - Pondokan
Untuk melakukan perjalanan dari
kokopan ke pondokan biasanya dibutuhkan waktu 3 – 4 jam perjalanan dalam kondisi
normal, tetapi semua itu tergantung dari diri pribadi masing-masing apakah
fisiknya kuat buat melakukan perjalanan tanpa istirahat. Disinilah perjalanan
yang paling menyenangkan dan tak terlupakan. Dengan kondisi jalanan yang sama
yaitu berbatu-batu, tetapi sekarang tantangannya penuh dengan tanjakan yang berkelok-kelok.
Saking capeknya jalan terus untuk melewati tanjakan demi tanjakan yang tak
habis-habis, otak kamipun lupa menghitung sudah berapa kali tanjakan dan
belokan yang kami lewati. Yang tak terlupakan ketika melewati tanjakan yang
lumayan menanjak tapi stagnan sehingga kami menyebutnya tanjakan gendeng atau
gila dan yang paling tak terlupakan ketika melewati tanjakan dengan sangat
menghabiskan stamina untuk menaikinya padahal jaraknya tak terlalu jauh yaitu
Tanjakan setan alias tanjakan cintanya gunung ini. Disinilah stamina kami
dikuras habis-habisan buat berjalan menaiki tanjakan ini karena ini adalah
tanjakan terakhir yang menandakan kami sudah melakukan setengah perjalanan. Step
selanjutnya kami memasuki alas lali jiwo yang terkenal keangkerannya dengan
jalanan naik turun tapi monoton bila dilihat. Ditengah perjalanan hujan yang
dari tadi ingin turun akhirnya mengguyur kami yang memaksa kami harus
mengeluarkan jas hujan untuk berteduh. Aji mumpung menunggu hujan reda sambil
mengisi perut yang sudah keroncongan lagi dengan memakan biskuit-biskuit sambil
berselimut jas hujan. Kejadian mirip “barongsai”pun terjadi ketika hujan
tinggallah gerimis doang, Si andi dan Rizal keluar tinggallah saya dikepala dan
nandi diekor sambil tetap memakai jas hujan dan itulah asal muasal kata
barongsai muncul. Hujan pun agak reda yang menandakan perjalanan harus dimulai
lagi karena hari sudah beranjak sore, sambil terus membujuk teman-teman bahwa
pondokan kurang beberapa meter lagi agar mereka tetap semangat berjalan. Jalanan
datarpun akhirnya terhampar menyambut kaki kami yang dari tadi sudah lelah
dibuat melewati jalan yang menanjak terus. Tapi itu tak berlangsung lama karena
tanjakan sudah ada didepanm mata lagi, tanjakan demi tanjakan dan akhirnya
pondokan terlihat dari jauh yang menandakan jaraknya tak terlalu jauh lagi. Kamipun
lebih bersemangat untuk sesegera mungkin sampai di pondokan, disambut tanjakan
terakhir yang kami sebut tanjakan penghabisan seolah tak kami hiraukan meskipun
agak panjang jaraknya. Dan inilah buah hasil kerja keras kami melakukan
perjalanan dari bawah yaitu sampai di pos pondokan. Pos 2 Pondokan berupa
pondok-pondok tempat para penambang bermalam yang terbuat dari tumpukan jerami
dan ilalang mirip di film asterix dan obelix. Di pos 2 inilah kami bermalam
dengan mendirikan tenda ditempat yang sudah tersedia. Petang menyambut membawa
udara dingin turun ditempat ini yang menandakan bahwa kami ahrus sesegera
mungkin memakai jaket untuk melindungi tubuh kami dari kedinginan, sambil
memasak untuk mengisi perut sekaligus minum secangkir kopi panas sitemani
hangatnya api unggun semakin menambah hangatnya petang yang sudah berganti menjadi
malam. Dunia seolah terlupakan ketika kami berada di sini, karena semua masalah
tak sempat terpikirkan dalam pikiran kami. inilah salahsatu nikmat yang
diberikan kepada pendaki oleh sang kuasa.
Pondokan – Puncak Welirang
Keesokan paginya kami harus
bangun untuk melanjutkan perjalanan lagi menuju Puncak welirang. Waktu normal
yang dibutuhkan untuk ke puncaknya kira-kira 2 jam perjalanan, kami berangkat
sekitar pukul 04.30 WIB dan berharap bisa melihat sunrise dipuncak. Tapi rencana
tinggal rencana, karena dalam perjalanan sinar mentari sudah terlihat dari ufuk
timur yang menandakan matahari akan segera terbit. Ya inilah efek dari
bangunnya kebablasan karena kami berencana berangkat sekitar jam 4 pagi tapi
meleset jadi setengah 5 pagi. Perjalanan pun berlanjut melewati jalanan
bertanah yang tak terlalu capek untuk dilewati, kemudian berlanjut jalanan
berbatu yang menandakan puncak sudah dekat. Dalam perjalanan yang hampir sudah
menggapai puncak, kami beristirahat untuk mengatur nafas kami dulu sambil
memakan beberpa biscuit dan coklat. Disitu kami berpapasan dengan penambang belerang
yang berjalan naik sedikit demi sedikit tanpa istirahat sambil memikul sebuah
geledekan buat membawa belerang. Kami berpikir alangkah kuatnya orang itu, kami
saja yang Cuma membawa badan doang capeknya minta ampun. Kata si Rizal : Ya
inilah salah satu contoh “Orang Miskin itu Kuat bung”. Kami tak mau kalah
dengan bapak penambang tersebut dan berjalan membuntuti beliau hingga sampai
puncak. Dalam perjalanan kami harus menyusuri pinggiran lerang puncak hingga
kami berpisah dengan beliau karena kami berbeda tujuan, beliau ambil kiri jalan
menuju ke kawah welirang aktif dan kami ambil kanan jalan menuju ke puncak
welirang. Tak berlama-lama kami naik mendaki menuju puncak yang menjadi impian
kami dari kemarin, karena cuaca sangatlah terik ditambah dengan bau yang
menyengat yang dikeluarkan oleh kawah welirang membuat perjalanan kami sedkit
terganggu. Kamipun bertekad sampai kepuncak dan akhirnya sampailah kami puncak
dan sungguh indahnya pemandangan yang disuguhkan oleh alam ini. Gunung,
perkotaan, laut terlihat jelas dari puncak karena saat itu cuaca di puncak lagi
bagus-bagusnya. Disinilah kita terlihat seolah kecil dihadapan tuhan, jadi kita
bisa mengukur diri bila mau menyombongkan diri dihadapan-Nya karena kita tak
ada apa-apanya bila berhadapan dengan-Nya kelak. Dan kita juga diajarkan
janganlah membuat Tuhan marah bila tak ingin azab nya diturunkan langsung ke
kita melalui gunung ini, bila hutan-hutan semua gundul dan keseimbangan
ekosistem sudah tak terjaga lagi tinggallah bencana yang akan datang mendatangi
kita nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar