Rabu, 16 Mei 2012

Perjalanan Inspiratif (Welirang)

Belerang dari G.Welirang

Jenuh dengan aktivitas sehari-hari yang monoton yaitu kuliah, tidur, ngopi, belajar, praktikum dll membuat otak ini lama-lama jadi stress. Maka perlulah refreshing sejenak untuk menghilangkan kejenuhan tersebut dan refreshing  yang paling tepat menurut saya adalah naik gunung. Mengapa sih memilih naik gunung??? Kan capek dan buang-buang duit aja, lebih enak tidur atau santai-santai sambil nonton TV. Itulah jawaban yang paling saya benci terhadap orang yang sering menganggap sinis terhadap kegiatan ini. Mereka yang beranggapan seperti itulah yang belum pernah merasakan senangnya bila dekat dengan alam dan tak pernah bersyukur terhadap ciptaan sang Pencipta, padahal melalui kegiatan ini kita dapat meperoleh banyak pelajaran berharga yang mungkin belum pernah kita dapat selama kita hidup. Yang terpenting rasa bersyukurlah yang membuat kita tetap ingat pada sang Kuasa akan tugas kita sebagai khalifah dimuka bumi ini dengan selalu menjaga keseimbangan ekosistem yang ada dibumi ini.

Surabaya - Tretes
Hari jumat adalah hari-hari yang sudah lama kami tunggu, berapapun orangnya yang ikut berangkat saya akan meladeni mereka yang benar-benar berkomitmen untuk ikut. Karena saya orang yang berkomitmen dan saya tak suka orang yang kebanyakan alasan dan suka mengobral janji. Malam itu kami berempat yang terdiri dari Saya, nandi, Rizal dan Andi berangkat dari kampus perjuangan sekitar pukul 22.00 WIB. Persiapan yang sebenarnya agak mendadak karena kami harus pinjam barang ini-itu, maklum sedikit pengiritan biaya tetapi kami bersyukur perlengkapan kami semua lengkap dari logistik, perlengkapan makan, tidur, tenda dll. Kamipun berangkat dengan mengendarai motor dari Surabaya menuju Tretes-pasuruan yang kurang lebih ditempuh dengan 1 jam 30 menit. Pendakian pada hari itu special karena mendekati detik-detik pengambilan keputusan kenaikan harga BBM, sehingga di kampus banyak mahasiswa demo untuk memprotes kenaikan harga BBM yang akan semakin membuat rakyat menderita. Kami yang menyandang status sebagai mahasiswa pun sebenarnya ikut prihatin stas sikap pemerintah, tapi gimana lagi sekeras apapun kami bersuara pasti tetap tak digubris oleh mereka. Kami saat itu hanya berdoa semoga saat kepulangan kami dari mendaki, BBM tak jadi naik. Kamipun sampai di pos pendakian Tretes sekitar pukul 23.30 WIB, karena pos pendakian sudah tutup, kami hanya menitipkan motor di rumah penjaga pos yang bersebelahan dengan pos sambil menitipkan KTP. Sebelum memulai pendakian, kami meyempatkan diri turun ke bawah dulu untuk membeli sesuatu guna melengkapi kebutuhan pribadi kami masing-masing sambil ngopi-ngopi dulu untuk menikmati dinginnya kota kecil di lereng gunung Arjuno-welirang ini. 


Tretes – Pet Bocor
Setelah puas, kami kembali ke pos untuk siap-siap memulai pendakian. Tak lupa doa kami panjatkan kepada Tuhan agar diberi keselamatan dalam perjalanan berangkat dan pulang. Target kami malam itu ngecamp dulu di pet bocor, kamipun memulai pendakian dengan menyalakan lampu senter kami masing-masing untuk menerangi jalanan. Jalan yang kami lewati saat itu licin diselingi basahnya dedaunan semak, akibatnya celana kamipun cepat basah. Karena jarak yang tak terlalu jauh, sekitar 20 menit kami sampai di pet bocor. Pet bocor merupakan sebuah pos bayangan dan camping ground area yang masih menyediakan air dari pipa-pipa yang menyalurkan air dari sumber menuju rumah-rumah penduduk, dan pipa-pipa itu kebetulan bocor ditempat itu sehingga banyak air yang keluar alias tumpah sehingga dibuatlah kran untuk mengambil air dan hingga sekarang dinamailah “pet bocor”. Di pet bocor ini masih terdapat warung, karena kami sampai ke situ kemalaman, ya sudah tutup lah. Tak berlama-lama beristirahat karena udara sudah mulai mendingin dan tubuh kami mulai menggigil, kamipun mendirikan tenda. Setelah tenda sudah berdiri, barang-barang kami masukkan. Kami keluarkan matras dan sleeping bag masing-masing, karena malam itu tidaklah terlalu dingin alhasil sleeping bag sebenarnya tak berfungsi. Kebiasaan begadang hingga pagi berpengaruh pada sulitnya kami tidur malam itu, alhasil kami tetap melek sambil ngobrol hingga benar-benar mata kami terlelap. Kira-kira tidur cuma 1-2 jam kami terbangun karena hari sudah pagi dan merupakan sinyal untuk melanjutkan perjalanan lagi di pagi itu menuju pos 1 kokopan.
Pet Bocor - Kokopan
Setelah beres-beres sekitar jam 06.30 WIB kami berangkat melanjutkan perjalanan. Dengan mata yang sebenarnya masih ngantuk, tapi kami harus mengejar waktu agar bisa sampai tepat waktu di pos 2 pondokan sore hari. Awal kaki melangkah melewati jalan yang bercor sehingga lumayan memudahkan kami dalam berjalanan, tetapi kenikmatan tersebut cuma sesaat alias tak bertahan lama. Dan Inilah perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai ketika sehabis melewati pos berpalang, jalanan berbatu sudah menyambut dengan tatanan sedemikian rupa. Setelah berjalan beberapa meter barulah terasa beratnya perjalanan bila melewati trek seperti ini dan yang paling sering berkeluh kesah ya si Rizal. Maklum dia pemula dan baru pertama kali lewat jalan seperti ini, ini merupakan shock terapi pertama buat dia karena masih banyak jalanan yang lebih kejam lagi dari jalanan yang dia lewati saat itu. Selain tersusun atas batu-batu, jalanan ini juga berkelok-kelok hingga lama-lama membuat bosan dalam pendakian ini, ya bagaimana lagi!! Ini kan bukan jalan pendakian saja, ini juga merupakan jalan kendaraan pengangkut belerang alias jeep. Setelah lama berjalan dan beberapa kali istirahat karena si Rizal yang cenderung tak kuat berjalan lama, kira-kira masih setengah perjalanan menuju pos 1. Kami membuka bekal kami berupa roti untuk sekedar pengganjal perut kami yang keroncongan dari tadi. Setelah sekitar 3,5 jam kami berjalan dari pet bocor, akhirnya kami sampai di pos 1 kokopan sekitar pukul 10.00 WIB. Inilah pencapaian luar biasa si Rizal yang dari tadi di sepanjang perjalanan selalu bertanya, masih lama bro??? dan jawaban saya selalu, santai kurang 2 tikungan lagi. Dalam hal pembelajaran naik gunung buat pemula, perlu diberikan suntikan/dorongan semangat berlebih agar mereka tak kecewa ditengah jalan dan jalan satu-satunya ya dengan agak membual sedikit. Sesampainya di pos 1 kokopan, kami melepas penat dengan mandi di mata air alami yang benar-benar sejuk. sejuknya air di tempat itu membuat pegal-pegal seolah hilang dan berganti dengan kesegaran baru pada badan kami masing-masing. Sambil menunggu mandi bergiliran, saya bertugas memasak makanan. Menu seperti biasanya yaitu nasi mie + sardine, ditambah wedang kopi hangat semakin memantabkan suasana saat itu. Setelah semua matang dan siap disajikan, seperti biasanya teman-teman selalu tidak membawa perlengkapan makanan, alhasil kami makan masih dalam panci + tanpa sendok alias pakek tangan. Panaspun tak kami hiraukan karena perut kami benar-benar lapar. Berhubung nasi yang saya masak kurang matang, jadi lauknya habis duluan dan nasinya masih tersisa banyak. ya memang sedikit mubazir karena harus membuang makanan, tetapi gimana lagi kondisi perut kami yang sudah kekenyangan. Habis makan kami istirahat sebentar sambil tidur sejenak di gubuk yang terdapat pada pos tersebut. Setelah sekiranya tenaga telah pulih kembali, sekitar pukul 12.30 kami berangkat melanjutkan perjalanan menuju pos 2 pondokan. 




Kokopan - Pondokan
Untuk melakukan perjalanan dari kokopan ke pondokan biasanya dibutuhkan waktu 3 – 4 jam perjalanan dalam kondisi normal, tetapi semua itu tergantung dari diri pribadi masing-masing apakah fisiknya kuat buat melakukan perjalanan tanpa istirahat. Disinilah perjalanan yang paling menyenangkan dan tak terlupakan. Dengan kondisi jalanan yang sama yaitu berbatu-batu, tetapi sekarang tantangannya penuh dengan tanjakan yang berkelok-kelok. Saking capeknya jalan terus untuk melewati tanjakan demi tanjakan yang tak habis-habis, otak kamipun lupa menghitung sudah berapa kali tanjakan dan belokan yang kami lewati. Yang tak terlupakan ketika melewati tanjakan yang lumayan menanjak tapi stagnan sehingga kami menyebutnya tanjakan gendeng atau gila dan yang paling tak terlupakan ketika melewati tanjakan dengan sangat menghabiskan stamina untuk menaikinya padahal jaraknya tak terlalu jauh yaitu Tanjakan setan alias tanjakan cintanya gunung ini. Disinilah stamina kami dikuras habis-habisan buat berjalan menaiki tanjakan ini karena ini adalah tanjakan terakhir yang menandakan kami sudah melakukan setengah perjalanan. Step selanjutnya kami memasuki alas lali jiwo yang terkenal keangkerannya dengan jalanan naik turun tapi monoton bila dilihat. Ditengah perjalanan hujan yang dari tadi ingin turun akhirnya mengguyur kami yang memaksa kami harus mengeluarkan jas hujan untuk berteduh. Aji mumpung menunggu hujan reda sambil mengisi perut yang sudah keroncongan lagi dengan memakan biskuit-biskuit sambil berselimut jas hujan. Kejadian mirip “barongsai”pun terjadi ketika hujan tinggallah gerimis doang, Si andi dan Rizal keluar tinggallah saya dikepala dan nandi diekor sambil tetap memakai jas hujan dan itulah asal muasal kata barongsai muncul. Hujan pun agak reda yang menandakan perjalanan harus dimulai lagi karena hari sudah beranjak sore, sambil terus membujuk teman-teman bahwa pondokan kurang beberapa meter lagi agar mereka tetap semangat berjalan. Jalanan datarpun akhirnya terhampar menyambut kaki kami yang dari tadi sudah lelah dibuat melewati jalan yang menanjak terus. Tapi itu tak berlangsung lama karena tanjakan sudah ada didepanm mata lagi, tanjakan demi tanjakan dan akhirnya pondokan terlihat dari jauh yang menandakan jaraknya tak terlalu jauh lagi. Kamipun lebih bersemangat untuk sesegera mungkin sampai di pondokan, disambut tanjakan terakhir yang kami sebut tanjakan penghabisan seolah tak kami hiraukan meskipun agak panjang jaraknya. Dan inilah buah hasil kerja keras kami melakukan perjalanan dari bawah yaitu sampai di pos pondokan. Pos 2 Pondokan berupa pondok-pondok tempat para penambang bermalam yang terbuat dari tumpukan jerami dan ilalang mirip di film asterix dan obelix. Di pos 2 inilah kami bermalam dengan mendirikan tenda ditempat yang sudah tersedia. Petang menyambut membawa udara dingin turun ditempat ini yang menandakan bahwa kami ahrus sesegera mungkin memakai jaket untuk melindungi tubuh kami dari kedinginan, sambil memasak untuk mengisi perut sekaligus minum secangkir kopi panas sitemani hangatnya api unggun semakin menambah hangatnya petang yang sudah berganti menjadi malam. Dunia seolah terlupakan ketika kami berada di sini, karena semua masalah tak sempat terpikirkan dalam pikiran kami. inilah salahsatu nikmat yang diberikan kepada pendaki oleh sang kuasa.







Pondokan – Puncak Welirang
Keesokan paginya kami harus bangun untuk melanjutkan perjalanan lagi menuju Puncak welirang. Waktu normal yang dibutuhkan untuk ke puncaknya kira-kira 2 jam perjalanan, kami berangkat sekitar pukul 04.30 WIB dan berharap bisa melihat sunrise dipuncak. Tapi rencana tinggal rencana, karena dalam perjalanan sinar mentari sudah terlihat dari ufuk timur yang menandakan matahari akan segera terbit. Ya inilah efek dari bangunnya kebablasan karena kami berencana berangkat sekitar jam 4 pagi tapi meleset jadi setengah 5 pagi. Perjalanan pun berlanjut melewati jalanan bertanah yang tak terlalu capek untuk dilewati, kemudian berlanjut jalanan berbatu yang menandakan puncak sudah dekat. Dalam perjalanan yang hampir sudah menggapai puncak, kami beristirahat untuk mengatur nafas kami dulu sambil memakan beberpa biscuit dan coklat. Disitu kami berpapasan dengan penambang belerang yang berjalan naik sedikit demi sedikit tanpa istirahat sambil memikul sebuah geledekan buat membawa belerang. Kami berpikir alangkah kuatnya orang itu, kami saja yang Cuma membawa badan doang capeknya minta ampun. Kata si Rizal : Ya inilah salah satu contoh “Orang Miskin itu Kuat bung”. Kami tak mau kalah dengan bapak penambang tersebut dan berjalan membuntuti beliau hingga sampai puncak. Dalam perjalanan kami harus menyusuri pinggiran lerang puncak hingga kami berpisah dengan beliau karena kami berbeda tujuan, beliau ambil kiri jalan menuju ke kawah welirang aktif dan kami ambil kanan jalan menuju ke puncak welirang. Tak berlama-lama kami naik mendaki menuju puncak yang menjadi impian kami dari kemarin, karena cuaca sangatlah terik ditambah dengan bau yang menyengat yang dikeluarkan oleh kawah welirang membuat perjalanan kami sedkit terganggu. Kamipun bertekad sampai kepuncak dan akhirnya sampailah kami puncak dan sungguh indahnya pemandangan yang disuguhkan oleh alam ini. Gunung, perkotaan, laut terlihat jelas dari puncak karena saat itu cuaca di puncak lagi bagus-bagusnya. Disinilah kita terlihat seolah kecil dihadapan tuhan, jadi kita bisa mengukur diri bila mau menyombongkan diri dihadapan-Nya karena kita tak ada apa-apanya bila berhadapan dengan-Nya kelak. Dan kita juga diajarkan janganlah membuat Tuhan marah bila tak ingin azab nya diturunkan langsung ke kita melalui gunung ini, bila hutan-hutan semua gundul dan keseimbangan ekosistem sudah tak terjaga lagi tinggallah bencana yang akan datang mendatangi kita nanti.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar