|
G.Arjuno (3339 mdpl) |
Pendakian ke Gunung
Arjuno adalah pengalaman pendakian pertama saya ke gunung ini dan bisa
dikatakan pendakian yang gagal total karena minimnya persiapan. Gunung Arjuno adalah gunung yang memiliki ketinggian 3339 mdpl, dan gunung
ini juga tertinggi no.2 setelah G.Semeru di Jawa Timur menurut saya. Kita dapat
mendaki gunung ini dari 3 titik, yaitu bisa lewat Tretes- Pasuruan, Kebun teh
Purwosari-Pasuruan dan Lawang – Malang. Gunung ini termasuk gunung yang banyak
disukai para pendaki karena banyaknya mata air yang dapat dijumpai dalam
perjalanan, selain itu trek pendakian yang menantang karena butuh beberapa hari
untuk menaklukan puncaknya dan sekaligus pemandangan yang disajikan sepanjang perjalana sangatlah
indah dan menawan. Gunung Arjuno Berdiri kokoh diantara 2 kabupaten yaitu,
Pasuruan dan Malang. Sedangkan Gunung ini menjadi satu dengan Gunung Welirang
dan tergabung dalam pegunungan Arjuno-Welirang. Arjuno menyimpan banyak cerita
mistik yang menjadi ciri khas setiap gunung di pulau jawa, nama Arjuno diambil
dari nama tokoh pewayangan yang terkenal sakti mandraguna di masyarakat jawa. Gunung ini dulunya dipercaya oleh
masyarakat hindu kuno sebagai tempat tinggalnya para dewa, sehingga gunung ini
dianggap suci atau dikeramatkan oleh mereka. Bukti peninggalan yang berupa
stupa, candi dan bekas tempat pertapaan dapat kita jumpai kalo kita mendaki
lewat Purwosari atau Lawang. Banyaknya cerita mistik mengenai gunung ini, dari
kampung para dedemit, pasar setan dan Alas Lali Jiwo, membuat para pendaki
banyak yang merasakan atau pernah mengalami/ menjumpai hal-hal yang aneh ketika
mendaki gunung Arjuno. Tapi apapun cerita mistik yang disajikan gunung ini,
tetapkan hati kita hanya untuk sang pencipta dan selalu berdoalah agar
diberikan keselamatan baik dalam perjalanan berangkat atau turun.
Awalnya saya mempunyai rencana
dari dulu untuk mendaki gunung ini tetapi baru kesampaian setelah saya
mendengar cerita dari senior saya yang gagal mendaki gunung ini akibat
cuaca buruk. Memang cuaca di gunung ini sangatlah tidak bersahabat pada
bulan-bulan tertentu yang membuat gunung ini memberikan banyak sekali rintangan
bagi para pendaki. Dengan rencana dan persiapan yang sebenarnya kurang matang
alias dadakan, karena kami saat itu baru saja menyelesaikan salah satu
kewajiban kami sebagai mahasiswa di ITS yaitu mengenai laporan Kerja Praktek
yang hari itu adalah hari terakhir pengumpulan laporan. Setelah semua urusan
beres, saat itu teman saya si Jack menagih janji ke saya yang dulunya ingin mengajak dia naik gunung bersama setelah urusan KP beres. Tanpa pikir panjang saya mengiyakan ajakannya dan supaya pendakian ini bertambah ramai tak lupa kami mengajak
teman-teman yang lain untuk bergabung. Dengan alasan untuk refreshing otak
karena sekian lama bingung oleh masalah KP dan kuliah, saya berusaha
membujuk beberapa teman-teman agar mau bergabung dengan kami. Alhasil tidak
sia-sia, saya berhasil mengajak 6 orang teman saya yang terdiri dari 2 orang
senior saya yaitu Bang Taufik dan Bang Eko, Teman saya yaitu Salis,
Engkong, Tyan dan junior saya yaitu Nandi. Sehingga total kami ada 8 orang,
kamipun menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan segera mungkin karena kami akan
berangkat sekitar jam 16.00 WIB. Saya, Salis, Nandi dan Bang Taufik start dari
kampus menuju Tanggulangin-Sidoarjo. Sedangkan Bang eko start dari
Tulangan-Sidoarjo dan dia mengajak teman plek kami juga yaitu Apris, sedangkan
Tyan dan Engkong berangkat dari Wonoayu-Sidoarjo. Setelah kami bertemu di depan
pasar Tanggulangin, kami berangkat bersama sekitar jam 17.30 menuju Pos
perijinan di Tretes – Pasuruan.
Sesampainya di
Tretes, kami mendapat tambahan personel dari satu kampus juga yaitu Gundul,
Gremmer dan Galang. Ketiganya baru bisa gabung setelah menyelesaikan urusan
KPnya malam itu dan langsung berangkat gabung dengan rombongan kami tanpa
persiapan apapun kecuali hanya membawa pakaian doing. Di Pos perijinan saat itu
kami sebenarnya tidak boleh mendaki alias tidak mendapat izin naik dikarenakan
kondisi cuaca di puncak sedang buruk-buruknya bahkan tiap sore dan malam
terjadi badai, tapi kami tetap nekad naik tanpa seizin dari pihak pos perijinan
alias illegal. Setelah semua kumpul dan kami berdoa agar diberikan keselamatan
dalam pendakian kali ini, kami berangkat sekitar pukul 20.30 WIB. Trek pertama
yang kami lewati adalah jalan yang sudah berpaving sehingga tak menyulitkan
kami dalam perjalanan, sehabis jalan berpaving terdapat tanjakan pertama yang
lama-kelamaan mulai menguras stamina kami. Kami istirahat sebentar di tempat
area camping ground dan sambil melihat indahnya pemandangan kota tretes di
malam hari dengan gemerlap lampunya. Tidak berselang lama kami melanjutkan
perjalanan lagi hingga menemukan jalan setapak yang sudah dicor, kamipun
berjalan hingga sampai pada suatu tempat yang dinamakan Pet Bocor. Pet bocor
ini juga merupakan area camping ground dan disana masih terdapat warung, tapi
saat itu warungnya sudah tutup. Nama Pet bocor diambil dari sebuah saluran air
dalam pipa yang terus menerus mengeluarkan air alias bocor sehingga apabila
kita lupa mengambil air dibawah, kita dapat mengambil air disini dan dijamin
airnya diambil langsung dari mata air. Setelah itu kami melewati pos yang
terdapat portalnya yang merupakan batas akhir dari jalan yang bercor tadi dan
awal dari trek sebenarnya dari gunung ini yaitu jalan yang berupa tumpukan
batu. Kami langsung melanjutkan perjalanan yang menurut kami sangatlah
melelahkan dengan trek yang tak kenal ampun dengan tanjakannya yang terus menerus, kemudian
kondisi trek yang berbatu-batu, dinginnya hawa gunung di malam hari dan
ditambah tumbangnya beberapa pohon yang seringkali menutupi trek pendakian
semakin menyulitkan kami dalam ekspedisi ini. Kurang lebih 4 jam kami berjalan
hingga kami mendengar sebuah suara gemercikan air yang menandakan kami telah
dekat dengan Shelter 1 atau Pos 1 Kokopan. Akhirnya sekitar jam 00.30 kami
sampai di Shelter 1 Kokopan dengan diselimuti kabut tebal yang semakin menambah
dinginnya malam itu. Shelter 1 kokopan berketinggian 1600 mdpl yang memiliki
tanah lapang untuk mendirikan tenda beserta mata air yang digunakan untuk
persediaan minum para pendaki. Tanpa berpikir panjang kami langsung mendirikan
tenda, untung tadi kami menyewa Tenda yang bsa muat max 6 orang, sedangkan yang
lain dapat tidur diluar dengan sleeping bag bagi yang membawanya. Setelah
selesai membangun tenda, kami memasak makanan dan minuman dulu untuk mengisi
perut kami yang sudah keroncongan. Menu wajib para pendaki yaitu mie instan dan
kopi panas. Setelah makanan siap disajikan, kamipun buru-buru saling berebut
menyantapnya ibarat orang yang tidak makan selama 3 hari. Makanan malam itupun
terasa enak sekali, bahkan sebenarnya pengen nambah lagi karena asal usul hawa
dingin akan membuat perut kita cepet lapar dan pengen makan terus. Tapi untuk
pengiritan dalam perjalanan yang masih jauh, kami memutuskan untuk istirahat.
Pagi menjelang sekitar pukul 06.00 WIB kami
terbangun karena masih dinginnya hawa disekitar kokopan, karena sinar matahari
pagi tak mampu menembus tebalnya kabut. Benar kata petugas pos perijinan bahwa
diatas puncak memang sedang mengalami cuaca buruk. Untuk menghilangkan rasa
dingin di tubuh kami, kamipun memasak makanan lagi untuk mengisi perut kembali
sebelum melanjutkan perjalanan. Menunya sama seperti malam itu ditambah sedikit
nasi yang merupakan hasil pemberian dari seoarang bapak-bapak tua yang udah 3
hari disitu dan kebenaran bekalnya masih ada, karena kasihan melihat kami yang
kekurangan bekal untuk naik akhirnya si Bapak menolong kami dengan memberikan
sisa berasnya ke kami. Kamipun sangat bersyukur atas pemberian itu dan kami
juga mendapat banyak cerita mengenai gigihnya perjuangan para pendaki untuk
mencapai sebuah puncak. Dia menyebutkan bahwa kami adalah contoh-contoh pemuda
yang berani dan tangguh dalam mengadapi tantangan, apalagi tantangan yang
diberikan oleh alam.
|
Laskar Bondokendel @pos kokopan |
Setelah lama
berbincang-bincang dengan bapak tersebut, akhirnya kami bergegas berangkat
melanjutkan perjalanan menuju Shelter 2 Pondokan. Dalam perjalanan menuju
shelter 2, kondisi trek berupa tanjakan yang berkelok-kelok yang berupa jalan
berbatu juga. Di tengah perjalanan kami dihadang beberapa pohon tumbang dan
terkadang hujan gerimis turun dan tepatnya ketika hujan turun dengan derasnya
kami berteduh di dalam sebuah gubuk kecil yang dibuat penambang saya pikir.
Didalamnya kami menyalakan api unggun untuk menghangatkan tubuh kami serta
mengeringkan pakaian yang sudah basah kuyub akibat kehujanan tadi. Setelah
hujan reda kami melanjutkan perjalanan lagi dengan ditemani hembusan angin
kencang khas dari gunung ini atau orang menyebutnya badai Arjuno, kami melewati
Tanjakan setan. Kenapa disebut tanjakan setan?? Menurutku hal ini tak ada
hubungannya dengan adanya penunggu alias setan ditanjakan itu, tapi berhubungan
dengan kondisi tanjakan yang menanjak terus hingga beberapa ratus meter yang
seringkali membuat para pendaki sangat kecapaian setelah melewati tanjakan ini.
Setelah itu kami melewati Alas Lali Jiwo, dengan kondisi yang lumayan naik
turun dan cerita mistisnya yang terkenal kami berusaha melewatinya dengan
saling menjaga lisan kami.
Setelah berjalan kurang lebih 4 jam, sekitar
pukul 12.30 kami sampai di Shelter 2 Pondokan. Shelter 2 Pondokan berupa
gubuk-gubuk atau pondok-pondok yang dibangun oleh para penambang untuk tempat
istirahat mereka dan menaruh hasil kerja keras mereka yang berupa belerang,
hingga nanti saatnya kalau sudah dikira cukup, belerang tersebut akan diangkut
kebawah melalui mobil Jeep. Jadi jangan heran kalo kalian kesana melihat jeep
melintas melalui jalan yang kalian lewati, kalian akan takjub melihat bagaimana
cara mereka menyetir mobil tersebut melewati kelak-kelok jalan yang kondisinya
buruk bahkan berbahaya bagi si pengemudi. Tapi itulah namanya kehidupan, demi
uang untuk menafkai keluarganya mereka mau mengambil pekerjaan yang sangat
beresiko ini. Di Pondokan inilah basecamp terakhir para pendaki sebelum mau
melakukan pendakian, baik pendakian ke Gunung Arjuno maupun Gunung Welirang.
Kalau mau Ke Gunung Welirang silahkan berjalan lurus saja dan kalau mau ke
Gunung Arjuno ambil arah kiri.
|
Pos Pondokan |
Disana kami berjumpa dengan 2 orang pendaki lain, mereka akan turun
karena sudah 3 hari menunggu disini dan mereka tak berani naik karena
kencangnya badai yang berhembus di puncak. Bahkan para penambang belerang di
Gunung Welirang pun sudah turun beberapa hari yang lalu karena buruknya kondisi
cuaca disini. Karena kami bertekad harus sampai puncak pada hari ini juga,
dengan melihat langit sepertinya kondisinya memungkinkan. Kami bertanya kepada
mereka jarak dan waktu untuk sampai kepuncak, mereka menjawab kurang lebih
membutuhkan waktu3-4 jam. Akhirnya setelah kami mengestimasi waktunya, kami
yakin bisa sampai ke puncak sekitar jam 4 sore. Siang itupun kami berangkat
dengan tidak membawa beban sama sekali karena seluruh tas kami titipkan di
salah satu gubuk penambang, kami hanya membawa sedikit makanan dan minuman, senter
dan mantel. Tetapi sebelum perjalanan dimulai lagi, ternyata jack mendadak
tidak bisa ikut serta karena dia lupa besoknya ada acara. Akhirnya dia
memutuskan turun kembali bersama-sama pendaki lain dan kamipun menyayangi
perbuatannya yang urung melanjutkan ekspedisi ini. Kamipun langsung berjalan menembus ilalang dengan menaiki
salah satu bukit, kemudian sesudah itu kami menemui jalan setapak yang datar
dengan ditumbuhi semak belukar yang lebat dan ditambah beberapa pohon besar
yang jatuh akibat badai. Kami harus cermat melihat trek karena banyak trek yang
menyesatkan seperti ke lembah babi, sehingga hanya melewati trek yang terdapat
beberapa tanda penunjuk jalan ke puncak. Akhirnya kami bisa melihat lembah
kidang dari kejauhan dan sesekali diiringi suara khas angin yang melewati
pepohonan di hutan ini. Inilah yang disebut badai oleh petugas di pos
perijinan, kami harus hati-hati terhadap angin tersebut karena angi tersebut
berhembus sangat kencang . Saat itu kami menyebutnya sebagai Patroli lewat dan
sebagai tanda kepada rekan-rekan yang lain agar berhenti sejenak dan marunduk
saking kencangnya angin yang berhembus. Hingga berulang beberapa kali badai
tersebut melewati kami, sehingga kamipun tiba di sebuah padang rumput yang luas
yang dinamakan lembah kidang. Lembah kidang dulunya adalah padang savana tempat
habitatnya kijang/rusa, sekarang sudah jarang sekali menjumpai fauna disini
kecuali monyet. Kebanyakan populasi mereka habis akibat perburuan.
|
Lembah Kidang |
Dari
lembah kidang kami melihat sepintas Gunung Arjuno yang tertutup kabut tebal,
kami pun langsung melanjutkan perjalanan lagi berbekal semangat yang tinggi.
Sesampai di jalan yang terdiri dari bongkahan batu yang besar-besar hujanpun
turus dengan derasnya. Akhirnya kamipun menunggu sampai hujan agak reda, dan
setelah reda kamipun melanjutkan perjalanan kami lagi dengan melewati jalan
yang terjal dan curam dengan menyusuri beberapa tebing. Kamipun seolah tak
menyerah walaupun hujan kembali turun dengan derasnya, meskipun pakaian kami
sudah basah kuyup. Setelah melwati bukit yang kondisi treknya terjal sekali
karena kami harus memanjat untuk melewatinya, kami pun sampai dipersimpangan
jalan menuju Puncak Arjuno dan Gunung Kembar.
|
Trek Lembah Kidang menuju Puncak bayangan |
Disana semangat
kami mulai melemah dan akhirnya pikiran kami terpecah menjadi 2, yaitu tetap
naik dengan kondisi cuaca yang sedemikian ekstrim ini serta waktu yang terbatas
atau turun ke pondokan dan melanjutkan perjalanan esok hari saja dengan waktu
yang lebih banyak. Karena kondisi kami yang kebanyakan sudah menggigil
kedinginan, akhirnya kami turun dengan hati yang berat karena ekspedisi ini
harus terhenti akibat ekstrimnya cuaca saat itu yang tidak memungkinkan kami
untuk melanjutkan perjalanan. Kami pun turun dengan hati-hati agar tak
terpeleset karena jalanan sangatlah licin.
|
Terbius kata-kata "Puncak" |
Kamipun tiba di
Pondokan kembali sekitar pukul 18.00 WIB dan kamipun segera mungkin berganti
pakaian untuk menghangatkan tubuh kami yang menggigil sedemikian hebatnya. Kamipun
terbagi dalam 3 pondok dan satu pondok berisi 3-4 0rang, di pondok pertama
berisi Aku, Engkong, Salis dan Gundul. Dipondok kedua berisi Apris, Gilang,
Gremmer dan dipondok ketiga berisi Bang taufik, Tyan, Nandi dan Bang eko. Saat
itu saya yang berada dipondok pertama juga bertugas memasak makanan juga, jadi
gubug kami merupakan gubug logistic. Karena suhu dimalam hari bertambah dingin
saat itu, tubuh kami harus terisi nutrisi untuk tetap menghasilkan energi agar
tidak terkena hipotermia. Menu makanan malam itu seperti biasanya Mie nasi
ditambah sarden, dan kami pun menyantap dengan lahapnya semua makanan tersebut
tanpa tersisa karena kami benar-benar kelaparan dan kedinginan pula. Setelah
selesai kamipun ingin bergegas tidur, tapi kondisi gubug yang terbuat dari kayu
membuat angin dingin dari luar tetap bisa menembus dinding gubug, apalagi
didalam gubug kami tak ada kayu untuk membuat api unggun. Jadi semakin
lengkaplah penderitaan kami, semuanya dalam kondisi kedinginan dan tidak bisa
tidur. Akhirnya kamipun tidur berdempetan satu dengan yang lain dalam posisi
duduk agar kami bisa saling transfer panas badan kami satu dengan yang lainnya.
Esok paginya kami bangun, tapi kondisi diluar
tetap sama seperti kemarin yaitu hujan gerimis disertai angin kencang. Kamipun
tak bisa keluar alias terjebak didalam tenda, sekitar jam 9 hujan sudah reda.
Kamipun keluar untuk menghirup udara segar dan menikmati pemandangan disekitar
kami, tak lupa kami mengabadikan momen-momen bahagia ini.
|
Pagi ceria di Gubug Pos Pondokan |
Setelah masak
dan sarapan, kami memutuskan untuk turun saja karena cuaca tetap tidak
memungkinkan untuk naik. Akhirnya kami turun dengan perasaan kecewa karena tak
berhasil menaklukan puncak Arjuno. Dalam perjalanan turun ke kokopan kami
terhadang oleh banyaknya pohon yang tumbang.
|
Sesi Break Perjalanan Turun |
Sesampainya di
shelter Kokopan kami istirahat sebentar dan memasak makanan lagi. Disitu kami
melihat pemandangan Gunung penanggungan yang indah, kami sempat
mengabadikannya. Sayapun mengajak kawan-kawan untuk menaklukan G.Penanggungan
saja setelah turun dari sini, kira-kira 2 mingguan kedepan lah. Ternyata banyak
yang setuju, alasan mereka untuk mengobati rasa kekecewaan mereka yang gagal
dalam ekspedisi kali ini.
|
Gubug kenangan @pos kokopan |
|
alumnus arjuno (failed) |
Dan akhirnya
kami turun dengan pelan-pelan hingga sampai di Pos perijinan dengan selamat dan
kami banyak mengambil pelajaran dari Ekspedisi Arjuno ini. Diantaranya
dibutuhkan persiapan khusus dan lengkap untuk melakukan suatu pendakian, baik
fisik maupun mental, kemudian kita tak akan bisa menebak kondisi alam yang
terkadang bersahabat atau terkadang juga tak bersahabat dengan kita, Pendakian
adalah salah satu bentuk rasa syukur kita terhadap Sang pencipta karena dengan
mendaki gunung kita diajarkan untuk menikmati ciptaannya tanpa merusaknya, tahu
betapa tak berdayanya kita dihadapan makhluk ciptaannya yang lain dan kita tak
patutlah menyombongkan diri di hadapan-Nya. Yang terakhir Tetap jaga Alam
sekitar kita untuk keberlangsungan hidup anak cucu kita di masa mendatang,
karena hancurnya alam maka hancurlah bumi kita. Demikian cerita dari saya kali
ini, semoga dapat menjadi referensi yang baik bagi perjalanan anda kelak
apabila mau mendaki gunung. Keep Save Our Earth!!!! Go Green (14 Januari 2011)
kata@ yang sunggguh indah....
BalasHapushahhaaa
waaahhh blog pimpinan saya
BalasHapusmaju terus pak !!!!!
oke masbro... trims telah berkunjung diblog saya...
BalasHapusmaaf yo kalo tulisannya mengecewakan... maklum baru belajar nulis...heeehehe
Makasih atas informasinya.
BalasHapusTetap semangat
Salam Rimba
sama2 bang,,,
BalasHapussalam rimba juga...
arjuna emang banyak misterinya salam rahayu
BalasHapushehehe.. salam juga bos sbg pecinta g. arjuna...
BalasHapus