Rabu, 22 Februari 2012

Patroli Badai Arjuno


G.Arjuno (3339 mdpl)
           Pendakian ke Gunung Arjuno adalah pengalaman pendakian pertama saya ke gunung ini dan bisa dikatakan pendakian yang gagal total karena minimnya persiapan. Gunung Arjuno adalah gunung yang memiliki ketinggian 3339 mdpl, dan gunung ini juga tertinggi no.2 setelah G.Semeru di Jawa Timur menurut saya. Kita dapat mendaki gunung ini dari 3 titik, yaitu bisa lewat Tretes- Pasuruan, Kebun teh Purwosari-Pasuruan dan Lawang – Malang. Gunung ini termasuk gunung yang banyak disukai para pendaki karena banyaknya mata air yang dapat dijumpai dalam perjalanan, selain itu trek pendakian yang menantang karena butuh beberapa hari untuk menaklukan puncaknya dan sekaligus pemandangan yang disajikan sepanjang perjalana sangatlah indah dan menawan. Gunung Arjuno Berdiri kokoh diantara 2 kabupaten yaitu, Pasuruan dan Malang. Sedangkan Gunung ini menjadi satu dengan Gunung Welirang dan tergabung dalam pegunungan Arjuno-Welirang. Arjuno menyimpan banyak cerita mistik yang menjadi ciri khas setiap gunung di pulau jawa, nama Arjuno diambil dari nama tokoh pewayangan yang terkenal sakti mandraguna di masyarakat jawa. Gunung ini dulunya dipercaya oleh masyarakat hindu kuno sebagai tempat tinggalnya para dewa, sehingga gunung ini dianggap suci atau dikeramatkan oleh mereka. Bukti peninggalan yang berupa stupa, candi dan bekas tempat pertapaan dapat kita jumpai kalo kita mendaki lewat Purwosari atau Lawang. Banyaknya cerita mistik mengenai gunung ini, dari kampung para dedemit, pasar setan dan Alas Lali Jiwo, membuat para pendaki banyak yang merasakan atau pernah mengalami/ menjumpai hal-hal yang aneh ketika mendaki gunung Arjuno. Tapi apapun cerita mistik yang disajikan gunung ini, tetapkan hati kita hanya untuk sang pencipta dan selalu berdoalah agar diberikan keselamatan baik dalam perjalanan berangkat atau turun.
            Awalnya saya mempunyai rencana dari dulu untuk mendaki gunung ini tetapi baru kesampaian setelah saya mendengar cerita dari senior saya yang gagal mendaki gunung ini akibat cuaca buruk. Memang cuaca di gunung ini sangatlah tidak bersahabat pada bulan-bulan tertentu yang membuat gunung ini memberikan banyak sekali rintangan bagi para pendaki. Dengan rencana dan persiapan yang sebenarnya kurang matang alias dadakan, karena kami saat itu baru saja menyelesaikan salah satu kewajiban kami sebagai mahasiswa di ITS yaitu mengenai laporan Kerja Praktek yang hari itu adalah hari terakhir pengumpulan laporan. Setelah semua urusan beres, saat itu teman saya si Jack menagih janji ke saya yang dulunya ingin mengajak dia naik gunung bersama setelah urusan KP beres. Tanpa pikir panjang saya  mengiyakan ajakannya dan supaya pendakian ini bertambah ramai tak lupa kami mengajak teman-teman yang lain untuk bergabung. Dengan alasan untuk refreshing otak karena sekian lama bingung oleh masalah KP dan kuliah, saya berusaha membujuk beberapa teman-teman agar mau bergabung dengan kami. Alhasil tidak sia-sia, saya berhasil mengajak 6 orang teman saya yang terdiri dari 2 orang senior saya yaitu Bang Taufik dan Bang Eko, Teman saya yaitu Salis, Engkong, Tyan dan junior saya yaitu Nandi. Sehingga total kami ada 8 orang, kamipun menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan segera mungkin karena kami akan berangkat sekitar jam 16.00 WIB. Saya, Salis, Nandi dan Bang Taufik start dari kampus menuju Tanggulangin-Sidoarjo. Sedangkan Bang eko start dari Tulangan-Sidoarjo dan dia mengajak teman plek kami juga yaitu Apris, sedangkan Tyan dan Engkong berangkat dari Wonoayu-Sidoarjo. Setelah kami bertemu di depan pasar Tanggulangin, kami berangkat bersama sekitar jam 17.30 menuju Pos perijinan di Tretes – Pasuruan.
       Sesampainya di Tretes, kami mendapat tambahan personel dari satu kampus juga yaitu Gundul, Gremmer dan Galang. Ketiganya baru bisa gabung setelah menyelesaikan urusan KPnya malam itu dan langsung berangkat gabung dengan rombongan kami tanpa persiapan apapun kecuali hanya membawa pakaian doing. Di Pos perijinan saat itu kami sebenarnya tidak boleh mendaki alias tidak mendapat izin naik dikarenakan kondisi cuaca di puncak sedang buruk-buruknya bahkan tiap sore dan malam terjadi badai, tapi kami tetap nekad naik tanpa seizin dari pihak pos perijinan alias illegal. Setelah semua kumpul dan kami berdoa agar diberikan keselamatan dalam pendakian kali ini, kami berangkat sekitar pukul 20.30 WIB. Trek pertama yang kami lewati adalah jalan yang sudah berpaving sehingga tak menyulitkan kami dalam perjalanan, sehabis jalan berpaving terdapat tanjakan pertama yang lama-kelamaan mulai menguras stamina kami. Kami istirahat sebentar di tempat area camping ground dan sambil melihat indahnya pemandangan kota tretes di malam hari dengan gemerlap lampunya. Tidak berselang lama kami melanjutkan perjalanan lagi hingga menemukan jalan setapak yang sudah dicor, kamipun berjalan hingga sampai pada suatu tempat yang dinamakan Pet Bocor. Pet bocor ini juga merupakan area camping ground dan disana masih terdapat warung, tapi saat itu warungnya sudah tutup. Nama Pet bocor diambil dari sebuah saluran air dalam pipa yang terus menerus mengeluarkan air alias bocor sehingga apabila kita lupa mengambil air dibawah, kita dapat mengambil air disini dan dijamin airnya diambil langsung dari mata air. Setelah itu kami melewati pos yang terdapat portalnya yang merupakan batas akhir dari jalan yang bercor tadi dan awal dari trek sebenarnya dari gunung ini yaitu jalan yang berupa tumpukan batu. Kami langsung melanjutkan perjalanan yang menurut kami sangatlah melelahkan dengan trek yang tak kenal ampun dengan  tanjakannya yang terus menerus, kemudian kondisi trek yang berbatu-batu, dinginnya hawa gunung di malam hari dan ditambah tumbangnya beberapa pohon yang seringkali menutupi trek pendakian semakin menyulitkan kami dalam ekspedisi ini. Kurang lebih 4 jam kami berjalan hingga kami mendengar sebuah suara gemercikan air yang menandakan kami telah dekat dengan Shelter 1 atau Pos 1 Kokopan. Akhirnya sekitar jam 00.30 kami sampai di Shelter 1 Kokopan dengan diselimuti kabut tebal yang semakin menambah dinginnya malam itu. Shelter 1 kokopan berketinggian 1600 mdpl yang memiliki tanah lapang untuk mendirikan tenda beserta mata air yang digunakan untuk persediaan minum para pendaki. Tanpa berpikir panjang kami langsung mendirikan tenda, untung tadi kami menyewa Tenda yang bsa muat max 6 orang, sedangkan yang lain dapat tidur diluar dengan sleeping bag bagi yang membawanya. Setelah selesai membangun tenda, kami memasak makanan dan minuman dulu untuk mengisi perut kami yang sudah keroncongan. Menu wajib para pendaki yaitu mie instan dan kopi panas. Setelah makanan siap disajikan, kamipun buru-buru saling berebut menyantapnya ibarat orang yang tidak makan selama 3 hari. Makanan malam itupun terasa enak sekali, bahkan sebenarnya pengen nambah lagi karena asal usul hawa dingin akan membuat perut kita cepet lapar dan pengen makan terus. Tapi untuk pengiritan dalam perjalanan yang masih jauh, kami memutuskan untuk istirahat.
         Pagi menjelang sekitar pukul 06.00 WIB kami terbangun karena masih dinginnya hawa disekitar kokopan, karena sinar matahari pagi tak mampu menembus tebalnya kabut. Benar kata petugas pos perijinan bahwa diatas puncak memang sedang mengalami cuaca buruk. Untuk menghilangkan rasa dingin di tubuh kami, kamipun memasak makanan lagi untuk mengisi perut kembali sebelum melanjutkan perjalanan. Menunya sama seperti malam itu ditambah sedikit nasi yang merupakan hasil pemberian dari seoarang bapak-bapak tua yang udah 3 hari disitu dan kebenaran bekalnya masih ada, karena kasihan melihat kami yang kekurangan bekal untuk naik akhirnya si Bapak menolong kami dengan memberikan sisa berasnya ke kami. Kamipun sangat bersyukur atas pemberian itu dan kami juga mendapat banyak cerita mengenai gigihnya perjuangan para pendaki untuk mencapai sebuah puncak. Dia menyebutkan bahwa kami adalah contoh-contoh pemuda yang berani dan tangguh dalam mengadapi tantangan, apalagi tantangan yang diberikan oleh alam.
Laskar Bondokendel @pos kokopan
 
       Setelah lama berbincang-bincang dengan bapak tersebut, akhirnya kami bergegas berangkat melanjutkan perjalanan menuju Shelter 2 Pondokan. Dalam perjalanan menuju shelter 2, kondisi trek berupa tanjakan yang berkelok-kelok yang berupa jalan berbatu juga. Di tengah perjalanan kami dihadang beberapa pohon tumbang dan terkadang hujan gerimis turun dan tepatnya ketika hujan turun dengan derasnya kami berteduh di dalam sebuah gubuk kecil yang dibuat penambang saya pikir. Didalamnya kami menyalakan api unggun untuk menghangatkan tubuh kami serta mengeringkan pakaian yang sudah basah kuyub akibat kehujanan tadi. Setelah hujan reda kami melanjutkan perjalanan lagi dengan ditemani hembusan angin kencang khas dari gunung ini atau orang menyebutnya badai Arjuno, kami melewati Tanjakan setan. Kenapa disebut tanjakan setan?? Menurutku hal ini tak ada hubungannya dengan adanya penunggu alias setan ditanjakan itu, tapi berhubungan dengan kondisi tanjakan yang menanjak terus hingga beberapa ratus meter yang seringkali membuat para pendaki sangat kecapaian setelah melewati tanjakan ini. Setelah itu kami melewati Alas Lali Jiwo, dengan kondisi yang lumayan naik turun dan cerita mistisnya yang terkenal kami berusaha melewatinya dengan saling menjaga lisan kami.
           Setelah berjalan kurang lebih 4 jam, sekitar pukul 12.30 kami sampai di Shelter 2 Pondokan. Shelter 2 Pondokan berupa gubuk-gubuk atau pondok-pondok yang dibangun oleh para penambang untuk tempat istirahat mereka dan menaruh hasil kerja keras mereka yang berupa belerang, hingga nanti saatnya kalau sudah dikira cukup, belerang tersebut akan diangkut kebawah melalui mobil Jeep. Jadi jangan heran kalo kalian kesana melihat jeep melintas melalui jalan yang kalian lewati, kalian akan takjub melihat bagaimana cara mereka menyetir mobil tersebut melewati kelak-kelok jalan yang kondisinya buruk bahkan berbahaya bagi si pengemudi. Tapi itulah namanya kehidupan, demi uang untuk menafkai keluarganya mereka mau mengambil pekerjaan yang sangat beresiko ini. Di Pondokan inilah basecamp terakhir para pendaki sebelum mau melakukan pendakian, baik pendakian ke Gunung Arjuno maupun Gunung Welirang. Kalau mau Ke Gunung Welirang silahkan berjalan lurus saja dan kalau mau ke Gunung Arjuno ambil arah kiri.
Pos Pondokan
          Disana kami berjumpa dengan 2 orang pendaki lain, mereka akan turun karena sudah 3 hari menunggu disini dan mereka tak berani naik karena kencangnya badai yang berhembus di puncak. Bahkan para penambang belerang di Gunung Welirang pun sudah turun beberapa hari yang lalu karena buruknya kondisi cuaca disini. Karena kami bertekad harus sampai puncak pada hari ini juga, dengan melihat langit sepertinya kondisinya memungkinkan. Kami bertanya kepada mereka jarak dan waktu untuk sampai kepuncak, mereka menjawab kurang lebih membutuhkan waktu3-4 jam. Akhirnya setelah kami mengestimasi waktunya, kami yakin bisa sampai ke puncak sekitar jam 4 sore. Siang itupun kami berangkat dengan tidak membawa beban sama sekali karena seluruh tas kami titipkan di salah satu gubuk penambang, kami hanya membawa sedikit makanan dan minuman, senter dan mantel. Tetapi sebelum perjalanan dimulai lagi, ternyata jack mendadak tidak bisa ikut serta karena dia lupa besoknya ada acara. Akhirnya dia memutuskan turun kembali bersama-sama pendaki lain dan kamipun menyayangi perbuatannya yang urung melanjutkan ekspedisi ini. Kamipun langsung  berjalan menembus ilalang dengan menaiki salah satu bukit, kemudian sesudah itu kami menemui jalan setapak yang datar dengan ditumbuhi semak belukar yang lebat dan ditambah beberapa pohon besar yang jatuh akibat badai. Kami harus cermat melihat trek karena banyak trek yang menyesatkan seperti ke lembah babi, sehingga hanya melewati trek yang terdapat beberapa tanda penunjuk jalan ke puncak. Akhirnya kami bisa melihat lembah kidang dari kejauhan dan sesekali diiringi suara khas angin yang melewati pepohonan di hutan ini. Inilah yang disebut badai oleh petugas di pos perijinan, kami harus hati-hati terhadap angin tersebut karena angi tersebut berhembus sangat kencang . Saat itu kami menyebutnya sebagai Patroli lewat dan sebagai tanda kepada rekan-rekan yang lain agar berhenti sejenak dan marunduk saking kencangnya angin yang berhembus. Hingga berulang beberapa kali badai tersebut melewati kami, sehingga kamipun tiba di sebuah padang rumput yang luas yang dinamakan lembah kidang. Lembah kidang dulunya adalah padang savana tempat habitatnya kijang/rusa, sekarang sudah jarang sekali menjumpai fauna disini kecuali monyet. Kebanyakan populasi mereka habis akibat perburuan.
Lembah Kidang
 Dari lembah kidang kami melihat sepintas Gunung Arjuno yang tertutup kabut tebal, kami pun langsung melanjutkan perjalanan lagi berbekal semangat yang tinggi. Sesampai di jalan yang terdiri dari bongkahan batu yang besar-besar hujanpun turus dengan derasnya. Akhirnya kamipun menunggu sampai hujan agak reda, dan setelah reda kamipun melanjutkan perjalanan kami lagi dengan melewati jalan yang terjal dan curam dengan menyusuri beberapa tebing. Kamipun seolah tak menyerah walaupun hujan kembali turun dengan derasnya, meskipun pakaian kami sudah basah kuyup. Setelah melwati bukit yang kondisi treknya terjal sekali karena kami harus memanjat untuk melewatinya, kami pun sampai dipersimpangan jalan menuju Puncak Arjuno dan Gunung Kembar. 
Trek Lembah Kidang menuju Puncak bayangan
 Disana semangat kami mulai melemah dan akhirnya pikiran kami terpecah menjadi 2, yaitu tetap naik dengan kondisi cuaca yang sedemikian ekstrim ini serta waktu yang terbatas atau turun ke pondokan dan melanjutkan perjalanan esok hari saja dengan waktu yang lebih banyak. Karena kondisi kami yang kebanyakan sudah menggigil kedinginan, akhirnya kami turun dengan hati yang berat karena ekspedisi ini harus terhenti akibat ekstrimnya cuaca saat itu yang tidak memungkinkan kami untuk melanjutkan perjalanan. Kami pun turun dengan hati-hati agar tak terpeleset karena jalanan sangatlah licin. 
Terbius kata-kata "Puncak"
             Kamipun tiba di Pondokan kembali sekitar pukul 18.00 WIB dan kamipun segera mungkin berganti pakaian untuk menghangatkan tubuh kami yang menggigil sedemikian hebatnya. Kamipun terbagi dalam 3 pondok dan satu pondok berisi 3-4 0rang, di pondok pertama berisi Aku, Engkong, Salis dan Gundul. Dipondok kedua berisi Apris, Gilang, Gremmer dan dipondok ketiga berisi Bang taufik, Tyan, Nandi dan Bang eko. Saat itu saya yang berada dipondok pertama juga bertugas memasak makanan juga, jadi gubug kami merupakan gubug logistic. Karena suhu dimalam hari bertambah dingin saat itu, tubuh kami harus terisi nutrisi untuk tetap menghasilkan energi agar tidak terkena hipotermia. Menu makanan malam itu seperti biasanya Mie nasi ditambah sarden, dan kami pun menyantap dengan lahapnya semua makanan tersebut tanpa tersisa karena kami benar-benar kelaparan dan kedinginan pula. Setelah selesai kamipun ingin bergegas tidur, tapi kondisi gubug yang terbuat dari kayu membuat angin dingin dari luar tetap bisa menembus dinding gubug, apalagi didalam gubug kami tak ada kayu untuk membuat api unggun. Jadi semakin lengkaplah penderitaan kami, semuanya dalam kondisi kedinginan dan tidak bisa tidur. Akhirnya kamipun tidur berdempetan satu dengan yang lain dalam posisi duduk agar kami bisa saling transfer panas badan kami satu dengan yang lainnya.
          Esok paginya kami bangun, tapi kondisi diluar tetap sama seperti kemarin yaitu hujan gerimis disertai angin kencang. Kamipun tak bisa keluar alias terjebak didalam tenda, sekitar jam 9 hujan sudah reda. Kamipun keluar untuk menghirup udara segar dan menikmati pemandangan disekitar kami, tak lupa kami mengabadikan momen-momen bahagia ini. 
Pagi ceria di Gubug Pos Pondokan
 
Setelah masak dan sarapan, kami memutuskan untuk turun saja karena cuaca tetap tidak memungkinkan untuk naik. Akhirnya kami turun dengan perasaan kecewa karena tak berhasil menaklukan puncak Arjuno. Dalam perjalanan turun ke kokopan kami terhadang oleh banyaknya pohon yang tumbang. 
Sesi Break Perjalanan Turun
 
Sesampainya di shelter Kokopan kami istirahat sebentar dan memasak makanan lagi. Disitu kami melihat pemandangan Gunung penanggungan yang indah, kami sempat mengabadikannya. Sayapun mengajak kawan-kawan untuk menaklukan G.Penanggungan saja setelah turun dari sini, kira-kira 2 mingguan kedepan lah. Ternyata banyak yang setuju, alasan mereka untuk mengobati rasa kekecewaan mereka yang gagal dalam ekspedisi kali ini. 

Gubug kenangan @pos kokopan
alumnus arjuno (failed)
  Dan akhirnya kami turun dengan pelan-pelan hingga sampai di Pos perijinan dengan selamat dan kami banyak mengambil pelajaran dari Ekspedisi Arjuno ini. Diantaranya dibutuhkan persiapan khusus dan lengkap untuk melakukan suatu pendakian, baik fisik maupun mental, kemudian kita tak akan bisa menebak kondisi alam yang terkadang bersahabat atau terkadang juga tak bersahabat dengan kita, Pendakian adalah salah satu bentuk rasa syukur kita terhadap Sang pencipta karena dengan mendaki gunung kita diajarkan untuk menikmati ciptaannya tanpa merusaknya, tahu betapa tak berdayanya kita dihadapan makhluk ciptaannya yang lain dan kita tak patutlah menyombongkan diri di hadapan-Nya. Yang terakhir Tetap jaga Alam sekitar kita untuk keberlangsungan hidup anak cucu kita di masa mendatang, karena hancurnya alam maka hancurlah bumi kita. Demikian cerita dari saya kali ini, semoga dapat menjadi referensi yang baik bagi perjalanan anda kelak apabila mau mendaki gunung. Keep Save Our Earth!!!! Go Green (14 Januari 2011)
 

7 komentar:

  1. kata@ yang sunggguh indah....
    hahhaaa

    BalasHapus
  2. waaahhh blog pimpinan saya
    maju terus pak !!!!!

    BalasHapus
  3. oke masbro... trims telah berkunjung diblog saya...
    maaf yo kalo tulisannya mengecewakan... maklum baru belajar nulis...heeehehe

    BalasHapus
  4. Makasih atas informasinya.
    Tetap semangat
    Salam Rimba

    BalasHapus
  5. sama2 bang,,,
    salam rimba juga...

    BalasHapus
  6. arjuna emang banyak misterinya salam rahayu

    BalasHapus
  7. hehehe.. salam juga bos sbg pecinta g. arjuna...

    BalasHapus