Jumat, 24 Februari 2012

Nekaters (Penanggungan)

          
We are Nekad'ers
          Kata-kata "Munggah gunung iku gak perlu duwik, tapi cuma butuh niat tok pun lho isok budal" itulah yang sering saya katakan ke teman-teman apabila setiap mau mengajak mereka naik gunung. Mengapa saya tulis judul Nekad diatas?? Pertama tak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa esok hari mau naik gunung alias dadakan, ceritanya saat itu pikiran lagi jenuh dengan urusan kampus dan hari itu pengen sekali pergi ke suatu tempat untuk menjernihkan pikiran sejenak tanpa mengeluarkan banyak biaya. Terlintas keluar ide naik gunung aja, yang saat itu langsung saya hubungi teman soib saya yang bernama Sas yang kebetulan dia baru pulang dari kerja untuk ikut mendampingi saya naik gunung hari itu juga. Dia tak keberatan, tinggal nanti disuruh menjemput saja kerumahnya. 

       Tapi lantas saya berpikiran masa cuma 2 orang saja, gak asyik dong nantinya. Akhirnya kuajak teman-teman untuk bergabung dan hanya satu yang ikut yaitu Engkong, yang lain menolak ajakan saya dengan alasan takut capek lah, banyak tugas lah, kegiatan gak ada gunanya lah. Tapi saya salut buat Donny alias Engkong, dia berani mengabaikan tugasnya demi ikut saya untuk naik gunung. Bukannya aku memaksa untuk dia ikut, tetapi memang dia sangat pengen sekali naik gunung dari dulu, kedua dia juga jenuh dengan kondisi kampus dan mumpung selagi ada waktu ya kapan lagi. Setelah bersiap-siap dengan membawa makanan dan minuman secukupnya dari rumah alias bontot, berangkatlah kami menuju rumah sas untuk menjemputnya. Setelah bertemu dengan Sas, berangkatlah kami menuju Pos Jolotundo di desa Seloliman-Trawas Mojokerto dengan mengendarai motor yang membutuhkan waktu cuma 1 jam dari Tulangan-Sidoarjo. Kami sampai disana sekitar jam 15.30 WIB, sesampainya disana kami tidak diperbolehkan menitipkan motor karena tidak ada tukang parkir yang berjaga malam hari. Sehingga kami harus turun lagi kebawah yaitu kerumah para penduduk untuk menitipkan motor kami, Alhamdulillah belum sampai turun kebawah yaitu ditengah perjalanan kami bertemu sama pak sembodo. Beliau menawarkan penitipan sepeda motor di warungnya, walaupun sebenarnya bukan tempat penitipan motor. Dari warung itu kami langsung bersiap-siap untuk berangkat mendaki yaitu sekitar jam 15.30 sore. Awal perjalanan kami melewati tanjakan di bukit Jolotundo hingga sampai wilayah yang dahulunya bekas ladang, sekarang jalannya sudah tidak membingungkan seperti dahulu. Setelah 2 jam perjalanan melewati semak belukar dan hutan kemiri, sampailah kami sampai di Watu Talang.
  
Break di Watu Talang
            Di watu talang kami beristirahat sejenak sekaligus menunggu adzan maghrib selesai berkumandang, setelah sekiranya cukup kami mengeluarkan senter dari tas kami dan celakanya kami cuma membawa satu senter. Senter yang saya bawa pun gak bertahan lama karena dalam perjalanan bohlamnya pecah. Akhirnya kamipun berjalan tanpa penerangan dari pos candi putri hingga ke puncak. Tapi malam itu kami sangat bersyukur terhadap sang kuasa karena malam itu adalah padang rembulan atau saatnya bulan purnama, sehingga kami hanya mengandalkan sinar rembulan untuk menerangi jalan kami sampai ke puncak dan tak ada kabut sama sekali. Sebelum sampai puncak seperti biasanya kami mencari kayu bakar terlebih dahulu dari ranting-ranting kering yang banyak sekali terdapat sepanjang perjalanan mau ke puncak. Kami mencari banyak sekali kayu bakar yaitu sebanyak 2 bonggol yaitu untuk memasak dan menghangatkan tubuh. 
Perjuangan cari kayu bakar
Sesampainya di puncak, kabutpun mulai menutupi puncak dan semakin menambah rasa dingin untuk malam itu. Tak berlama-lama setelah istirahat untuk melepas rasa lelah, kami turun ke kawah untuk tidur ke gua. Lah inilah salah satu istimewanya gunung ini, selain bisa menjumpai beberapa candi dalam perjalanan. Digunung ini juga bannyak ditemukan gua-gua dan seringkali dibuat sebagai tempat istirahat para pendaki yang kebetulan tak membawa tenda. Kalau gua dipuncak berada sebelah samping dekat kawah gunung dan ukurannya tidaklah besar tetapi cukup menampung 5-6 orang. Tapi alangkah sialnya malam itu, Guanya sudah didahului oleh pendaki lain malam itu. Sehingga kami hanya tertunduk lesu dan terpaksa tidur diatas tikar berselimut dinginnya kabut malam itu. Sebelum itu kami memasak mie instan dan membuat wedang kopi, ditambah beberapa makanan ringan untuk mengganjal perut kami. Setelah itu kebetulan saya yang sering tak bisa tidur akibat kedinginan sedangkan yang lain bisa tidur dengan nyenyaknya malahan bisa mendengkur pula, saya hanya bisa menghangatkan diri dekat api unggun dan menjaganya agar tetap menyala. Setelah badanku sudah cukup hangat, tidurlah saya dekat api unggun. Tidak berselang lama sinar matahari sudah muncul yang menandakan sudah pagi dan pendaki yang malamnya tidur di gua keluar untuk bersiap-siap merapikan barang bawaannya untuk turun. Dan kami tak mensia-siakan keadaan itu, tikar kami pindahkan ke dalam gua dan melanjutkan tidur lagi karena semalam kurang nyenyak akibat kedinginan. Ternyata benar, gua ini melindungi kami dari terik panasnya sinar matahari saat itu dan mungkin mampu menhalau dinginnya malam hari di puncak. Kami terbangun jam 10 pagi dan langsung bersiap-siap untuk turun karena panas dipuncak sudah sangat terik sekali. 
Action di Gua Botol @Puncak Penanggungan
we are like a brother
kalo puncak lagi kosong ya gini,,
 
Kami turun dengan pelan-pelan karena kondisi jalan yang semakin parah keadaannya daripada setahun yang lalu. Seringkali kami terpeleset karena kurang hati-hati yang menyebabkan kaki kami terbentur beberapa batu, Turun gunung memang sangatlah berbahaya daripada ketika saat naik gunung. Dibutuhkan konsentrasi yang tinggi agar kita tak mudah terpeleset apalagi jatuh yang dapat membahayakan jiwa kami.

Trek turun dari puncak
             Setelah bersusah payah turun, akhirnya kami tiba di Candi terakhir yaitu candi Sinta. Kami beristirahat sejenak untuk melepas lelah dan sekiranya cukup istirahat kami berjalan lagi menuju candi Gentong yang jaraknya cukup dekat dari candi Sinta. Kemudian dari candi gentong kami turun melewati beberapa semak-semak yang memiliki duri-duri tajam yang seringkali membuat luka kulit kami dan sampailah di candi Pure. Sebenarnya dari candi Gentong terdapat jalan lain menuju Candi Lurah dan Candi Carik kata Pak Sembodo kemarin yang baru saja dibuka jalannya, berhubung kami belum pernah lewat kesana dan takut kesasar, akhirnya kami memutuskan turun ke candi Pure saja. Setelah dari candi pure tak berapa lama kami sudah sampai ke Candi Putri, ternyata jarak antar candi sangatlah dekat. Dalam perjalanan turun tak membutuhkan waktu lama untuk meyambangi candi ini satu persatu, tetapi dalam perjalanan naik alangkah sulitnnya dan lamanya untuk sampai dari candi satu kecandi yang lainnya. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan lagi ke Watu talang dengan menuruni punggung gunung dan melewati bekas sungai aliran lahar, disitulah kami memutuskan istirahat sejenak kerena kelelahan dan kepanasan.
break-break di pos candi-candi
         Setelah sekiranya cukup beristirahat kami melanjutkan perjalanan untuk turun sampai ke bawah yaitu ke pos Jolotundo. Sebelum sampai ke pos alias ke warung Pak sembodo, kami menyempatkan diri untuk menikmati indahnya pemandangan yang terlupakan yaitu sungai bekas aliarn lahar dingin Gunung ini. Sungai ini berupa bongkahan-bongkahan batu besar yang menandakan gunung ini pernah aktif dulunya. 
Action di kali Jolotundo
         Setelah itu, sekitar pukul 14.00 WIB kami langsung menuju warung dan beristirahat sejenak. Di warung kami bercerita banyak ke pak sembodo dan beliau menyayangkan kami tidak sempat menyambangi candi carik dan candi lurah yang akses jalannya sudah diperjelas. Kamipun menyempatkan mengisi perut kami dengan makanan yang dipesan di warung milik pak sembodo dan sekalian mandi untuk membersihkan diri kami dan menyegarkan tubuh sehabis berjam-jam berlumuran keringat. Jam 15.00 kami turun dan pulang kerumah masing-masing. Karena berhubung besoknya hari senin atau kuliah lagi, saya dan engkong langsung menuju ke Surabaya. Alangkah capeknya tubuh ini setelah seharian beraktivitas dan malamnya nyetir motor ke Surabaya, sehingga terkadang dalam perjalanan mata ini sudah tak kuat lagi untuk melek atau sudah kantuk berat. Setibanya di kos kami masing-masing kami langsung merebahkan badan untuk tidur dan menyambut esok hari dengan semangat baru. Demikianlah cerita perjalanan saya kali ini, semoga dapat menjadi sumber inspirasi anda untuk menghilngkan kejenuhan, kebosanan dan stress yaitu dengan naik gunung dan mencari pengalaman baru. Selamat mencoba dan melakukannya!!!! (16-17 Oktober 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar