|
We are Nekad'ers |
Kata-kata "Munggah gunung iku gak perlu duwik, tapi cuma butuh niat tok pun lho isok budal" itulah yang sering saya katakan ke teman-teman apabila setiap mau mengajak mereka naik gunung. Mengapa saya tulis judul Nekad diatas?? Pertama tak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa esok hari mau naik gunung alias dadakan, ceritanya saat itu pikiran lagi jenuh dengan urusan kampus dan hari itu pengen sekali pergi ke suatu tempat untuk menjernihkan
pikiran sejenak tanpa mengeluarkan banyak biaya. Terlintas keluar ide naik gunung aja, yang saat itu langsung
saya hubungi teman soib saya yang bernama Sas yang kebetulan dia baru pulang dari kerja untuk ikut mendampingi saya naik gunung hari itu juga. Dia tak
keberatan, tinggal nanti disuruh menjemput saja kerumahnya.
Tapi lantas saya berpikiran
masa cuma 2 orang saja, gak asyik dong nantinya. Akhirnya kuajak teman-teman untuk bergabung dan hanya satu yang ikut
yaitu Engkong, yang lain menolak ajakan saya dengan alasan takut capek lah,
banyak tugas lah, kegiatan gak ada gunanya lah. Tapi saya salut buat Donny
alias Engkong, dia berani mengabaikan tugasnya demi ikut saya untuk naik
gunung. Bukannya aku memaksa untuk dia ikut, tetapi memang dia sangat pengen
sekali naik gunung dari dulu, kedua dia juga jenuh dengan kondisi kampus dan mumpung
selagi ada waktu ya kapan lagi. Setelah bersiap-siap dengan membawa makanan dan
minuman secukupnya dari rumah alias bontot, berangkatlah kami menuju rumah sas untuk
menjemputnya. Setelah bertemu dengan Sas, berangkatlah kami menuju Pos
Jolotundo di desa Seloliman-Trawas Mojokerto dengan mengendarai motor yang
membutuhkan waktu cuma 1 jam dari Tulangan-Sidoarjo. Kami sampai disana sekitar
jam 15.30 WIB, sesampainya disana kami tidak diperbolehkan menitipkan motor
karena tidak ada tukang parkir yang berjaga malam hari. Sehingga kami harus
turun lagi kebawah yaitu kerumah para penduduk untuk menitipkan motor kami,
Alhamdulillah belum sampai turun kebawah yaitu ditengah perjalanan kami bertemu
sama pak sembodo. Beliau menawarkan penitipan sepeda motor di warungnya,
walaupun sebenarnya bukan tempat penitipan motor. Dari warung itu kami langsung
bersiap-siap untuk berangkat mendaki yaitu sekitar jam 15.30 sore. Awal
perjalanan kami melewati tanjakan di bukit Jolotundo hingga sampai wilayah yang
dahulunya bekas ladang, sekarang jalannya sudah tidak membingungkan seperti
dahulu. Setelah 2 jam perjalanan melewati semak belukar dan hutan kemiri, sampailah kami sampai di Watu Talang.
|
Break di Watu Talang |
Di
watu talang kami beristirahat sejenak sekaligus menunggu adzan maghrib selesai
berkumandang, setelah sekiranya cukup kami mengeluarkan senter dari tas kami
dan celakanya kami cuma membawa satu senter. Senter yang saya bawa pun gak bertahan lama karena dalam perjalanan bohlamnya pecah.
Akhirnya kamipun berjalan tanpa penerangan dari pos candi putri hingga ke
puncak. Tapi malam itu kami sangat bersyukur terhadap sang kuasa karena malam
itu adalah padang rembulan atau saatnya bulan purnama, sehingga kami hanya
mengandalkan sinar rembulan untuk menerangi jalan kami sampai ke puncak dan tak
ada kabut sama sekali. Sebelum sampai puncak seperti biasanya kami mencari kayu
bakar terlebih dahulu dari ranting-ranting kering yang banyak sekali terdapat
sepanjang perjalanan mau ke puncak. Kami mencari banyak sekali kayu bakar yaitu
sebanyak 2 bonggol yaitu untuk memasak dan menghangatkan tubuh.
|
Perjuangan cari kayu bakar |
Sesampainya di
puncak, kabutpun mulai menutupi puncak dan semakin menambah rasa dingin untuk
malam itu. Tak berlama-lama setelah istirahat untuk melepas rasa lelah, kami
turun ke kawah untuk tidur ke gua. Lah inilah salah satu istimewanya gunung
ini, selain bisa menjumpai beberapa candi dalam perjalanan. Digunung ini juga
bannyak ditemukan gua-gua dan seringkali dibuat sebagai tempat istirahat para
pendaki yang kebetulan tak membawa tenda. Kalau gua dipuncak berada sebelah
samping dekat kawah gunung dan ukurannya tidaklah besar tetapi cukup menampung
5-6 orang. Tapi alangkah sialnya malam itu, Guanya sudah didahului oleh pendaki
lain malam itu. Sehingga kami hanya tertunduk lesu dan terpaksa tidur diatas
tikar berselimut dinginnya kabut malam itu. Sebelum itu kami memasak mie instan
dan membuat wedang kopi, ditambah beberapa makanan ringan untuk mengganjal
perut kami. Setelah itu kebetulan saya yang sering tak bisa tidur akibat
kedinginan sedangkan yang lain bisa tidur dengan nyenyaknya malahan bisa
mendengkur pula, saya hanya bisa menghangatkan diri dekat api unggun dan
menjaganya agar tetap menyala. Setelah badanku sudah cukup hangat, tidurlah
saya dekat api unggun. Tidak berselang lama sinar matahari sudah muncul yang
menandakan sudah pagi dan pendaki yang malamnya tidur di gua keluar untuk
bersiap-siap merapikan barang bawaannya untuk turun. Dan kami tak mensia-siakan
keadaan itu, tikar kami pindahkan ke dalam gua dan melanjutkan tidur lagi
karena semalam kurang nyenyak akibat kedinginan. Ternyata benar, gua ini
melindungi kami dari terik panasnya sinar matahari saat itu dan mungkin mampu
menhalau dinginnya malam hari di puncak. Kami terbangun jam 10 pagi dan
langsung bersiap-siap untuk turun karena panas dipuncak sudah sangat terik
sekali.
|
Action di Gua Botol @Puncak Penanggungan |
|
we are like a brother |
|
kalo puncak lagi kosong ya gini,, |
Kami turun
dengan pelan-pelan karena kondisi jalan yang semakin parah keadaannya daripada
setahun yang lalu. Seringkali kami terpeleset karena kurang hati-hati yang
menyebabkan kaki kami terbentur beberapa batu, Turun gunung memang sangatlah
berbahaya daripada ketika saat naik gunung. Dibutuhkan konsentrasi yang tinggi
agar kita tak mudah terpeleset apalagi jatuh yang dapat membahayakan jiwa kami.
|
Trek turun dari puncak |
Setelah bersusah
payah turun, akhirnya kami tiba di Candi terakhir yaitu candi Sinta. Kami
beristirahat sejenak untuk melepas lelah dan sekiranya cukup istirahat kami
berjalan lagi menuju candi Gentong yang jaraknya cukup dekat dari candi Sinta.
Kemudian dari candi gentong kami turun melewati beberapa semak-semak yang
memiliki duri-duri tajam yang seringkali membuat luka kulit kami dan sampailah
di candi Pure. Sebenarnya dari candi Gentong terdapat jalan lain menuju Candi
Lurah dan Candi Carik kata Pak Sembodo kemarin yang baru saja dibuka jalannya,
berhubung kami belum pernah lewat kesana dan takut kesasar, akhirnya kami
memutuskan turun ke candi Pure saja. Setelah dari candi pure tak berapa lama
kami sudah sampai ke Candi Putri, ternyata jarak antar candi sangatlah dekat.
Dalam perjalanan turun tak membutuhkan waktu lama untuk meyambangi candi ini
satu persatu, tetapi dalam perjalanan naik alangkah sulitnnya dan lamanya untuk
sampai dari candi satu kecandi yang lainnya. Setelah itu kami melanjutkan
perjalanan lagi ke Watu talang dengan menuruni punggung gunung dan melewati
bekas sungai aliran lahar, disitulah kami memutuskan istirahat sejenak kerena
kelelahan dan kepanasan.
|
break-break di pos candi-candi |
Setelah
sekiranya cukup beristirahat kami melanjutkan perjalanan untuk turun sampai ke
bawah yaitu ke pos Jolotundo. Sebelum sampai ke pos alias ke warung Pak
sembodo, kami menyempatkan diri untuk menikmati indahnya pemandangan yang
terlupakan yaitu sungai bekas aliarn lahar dingin Gunung ini. Sungai ini berupa
bongkahan-bongkahan batu besar yang menandakan gunung ini pernah aktif dulunya.
|
Action di kali Jolotundo |
Setelah
itu, sekitar pukul 14.00 WIB kami langsung menuju warung dan beristirahat
sejenak. Di warung kami bercerita banyak ke pak sembodo dan beliau menyayangkan
kami tidak sempat menyambangi candi carik dan candi lurah yang akses jalannya
sudah diperjelas. Kamipun menyempatkan mengisi perut kami dengan makanan yang
dipesan di warung milik pak sembodo dan sekalian mandi untuk membersihkan diri
kami dan menyegarkan tubuh sehabis berjam-jam berlumuran keringat. Jam 15.00
kami turun dan pulang kerumah masing-masing. Karena berhubung besoknya hari
senin atau kuliah lagi, saya dan engkong langsung menuju ke Surabaya. Alangkah
capeknya tubuh ini setelah seharian beraktivitas dan malamnya nyetir motor ke
Surabaya, sehingga terkadang dalam perjalanan mata ini sudah tak kuat lagi
untuk melek atau sudah kantuk berat. Setibanya di kos kami masing-masing kami
langsung merebahkan badan untuk tidur dan menyambut esok hari dengan semangat
baru. Demikianlah cerita perjalanan saya kali ini, semoga dapat menjadi sumber
inspirasi anda untuk menghilngkan kejenuhan, kebosanan dan stress yaitu dengan
naik gunung dan mencari pengalaman baru. Selamat mencoba dan melakukannya!!!! (16-17 Oktober 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar