Mahameru, puncak abadi
para dewa. Begitulah kata pujangga2 dalam cerita pewayangan hindu
yang sering terdengar di telinga saya. Dengan ketinggiannya yang
mencapai 3676 mdpl menasbihkan dirinya menjadi raja gunung di pulau
jawa, dari itulah nama mahameru muncul (maha = raja, meru=gunung).
Terletak diantara kabupaten malang dan lumajang Jawa Timur, gunung
ini memiliki pesona panorama yang sangat indah dibanding
gunung-gunung lain dipulau jawa. Masuk dalam kawasan Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru menjadikan gunung ini terkenal dimata para
wisatawan, apalagi bagi para Pecinta Alam(PA) dan penyuka olahraga
hiking alias pendaki. Gunung ini mempunyai pesona keindahan yang
tersembunyi dibalik bukit-bukit hijau yang mengelilinginya, sehingga
tak rugilah mengeluarkan kocek agak dalam untuk menikmati surga di
semeru ini. Disini saya akan menceritakan perjalanan saya dari awal
hingga akhir, saya akan kupas satu persatu seklumit surga yang
dimiliki semeru yang membuat orang setengah mati rindu pengen kesini
lagi meskipun tahu beratnya perjalanan yang harus mereka lakukan.
Malamnya 16 Juni 2012 sebelum keberangkatan, kami semua berkumpul di kampus tercinta untuk prepare semua barang bawaan dan membagi barang bawaan yang harus disesuaikan beratnya dengan bobot kami semua. Malam itupun kami terpaksa tak bisa tidur karena pikiran tak tenang dan sudah tak sabar lagi pengen berangkat, akhirnya kamipun terpaksa pergi ngopi sambil nonton piala eropa yang emang lagi rame2nya saat itu. Pukul 03.00 pagi kami bertujuh yang terdiri dari saya sendiri yang diamanahi sebagai ketua rombongan, Roza, Andy, Yugie, Udin, Adia dan Hamzah, kamipun berangkat menuju stasiun Gubeng untuk naik kereta api pagi dengan tujuan Malang. Pagi itupun kami berangkat diantar oleh teman2 menuju Gubeng, sesampainya disana antrian puluhan orang memadati pelataran stasiun gubeng pagi itu. Setelah berpamitan dengan teman2 yang bersedia merelakan waktunya untuk mengantar kami, saya dan andy langsung ikut berdesakan antri didepan pintu stasiun yang kebetulan belum dibuka. Jam 04.00 WIB pintupun terbuka, orang2 disitu langsung berjubelan masuk dan langsung membuat barisan antrian tiket dan kebetulan agak telat sehingga saya mendapat bagian agak belakang. Hingga diujung antrian, orang barisan depan bicara bahwa tiket untuk tujuan malang hingga jam 11.00 WIB sudah ludes terjual alias habis, pagi itu kami harus gigit jari karena sudah kehabisan tiket alias ketinggalan kereta.
Dengan muka lesu saya menghampiri teman-teman dan menceritakan hal itu kepada mereka. Setelah itu kami berunding lagi untuk mendiskusikan gimana sebaiknya dan setelah beberapa menit akhirnya kami terpaksa mengambil rencana opsi kedua yang hasilnya kami harus mencarter angkot untuk mengantar kami ke terminal bungurasih. Setelah berunding alot dengan sang supir, akhirnya kami mendapat harga Rp.60.000 untuk 7 orang beserta barang bawaan kami. Pukul 04.30 WIB kamipun berangkat menuju terminal bungurasih, dengan kencang kendaraan angkutan yang kami tumpangi ini melaju melewati jalanan Surabaya yang masih sepi dan tak berselang lama pukul 05.00 kami sampai di terminal. Kamipun terpaksa diturunkan didepan terminal karena kata sibapak supirnya supaya kami cepet dapat bus tanpa nunggu lama, Termakan bujuk rayu si supir tadi kamipun terpaksa turun dan harus berjalan masuk ke dalam keterminal untuk mencari-cari bus tujuan malang dan kebetulan baru jalan 100 meteran kami berpapasan dengan bus tersebut. Tanpa pilih-pilih kamipun segera masuk bus itu, tapi sebelumnya carrier kami masukkan ke bagasi bus terlebih dulu sambil dibantu sang kernet untuk memasukkannya. Setelah kami semua masuk dan memilih tempat duduk masing2, kamipun berusaha istirahat sejenak sebelum bus sampai di malang nanti. Tarif bus untuk jurusan Surabaya – Malang yaitu Rp.10.000 perorang dan Bus pun melaju kencang lewat tol, selepasnya bus memasuki wilayah gempol-pasuruan saya yang kebetulan masih tak ngantuk mendapat pemandangan pagi yang luar biasa. Hamparan gunung penanggungan dan arjuno-welirang yang berdiri kokoh yang masih diselimuti kabut tipis dimasing-masing puncaknya dan sesekali udara pagi yang segar masuk melalui ventilasi jendela bus yang semakin menambah semangat pagi itu. Meskipun beberapa kali bus berhenti untuk cari penumpang sepanjang perjalanan yang selalu disertai bau khas asap knalpotnya, Belum lagi kami harus berdesakan dengan penumpang lain yang baru masuk bus maklumlah ini kan bus kelas ekonomi. Tua-muda, karyawan-siswa, bapak-ibu bergerumbul jadi satu yang membuat perjalanan ini semakin indah untuk dinikmati karena bus ini kayak pasar yang ramai banget, tak terasa satu persatu dari mereka turun dan semakin mendekati kota malang akhirnya tak ada lagi yang naik sehingga bis terasa sepi lagi.
Oh
ya saya hampir kelupaan untuk menjelaskan masalah perijinan, jadi
untuk ke semeru setiap orang harus menyertakan fotokopi KTP, surat
sehat dan materai. Bila seseorang yang tak melengkapi persyaratan
ini, tak akan diberikan izin untuk mendaki. Dan hal yang paling
sembrono dilakukan oleh para pendaki adalah masalah surat sehat,
karena bila kedapatan tak membawa surat tersebut, pendaki tersebut
harus mengurus terlebih dahulu di puskesmas tumpang atau harus balik
dulu ataupun menggagalkan rencananya untuk naik. Prosedur yang ketat
kembali diberlakukan oleh pihak perijinan karena tak mau kecolongan
lagi para pendaki yang bermasalah seperti itu dan akhirnya mereka
kesusahan sendiri ketika sudah sampai disana. Semboyan sedia payung
sebelum hujan memang pantas ditujukan untuk kegiatan pendakian ini,
karena kita tidak diperbolehkan sembrono untuk masalah sekecil apapun
karena kita sudah berhadapan dengan alam langsung yaitu gunung yang
kondisinya tak pernah bisa ditebak. Setelah pukul 10.00 WIB akhirnya
kami deal menyewa jeep dengan harga Rp.400.000,- dan beliau pun
langsung memberikan aba-aba untuk menaikkan carrier kami satu persatu
untuk diikat diatas mobil. Setelah semua beres tak ada lagi perasaan
gundah atau sedih karena dompet menipis, yang harus kami pikirkan saat itu
adalah bagaimana hati dan pikiran ini harus tetap have fun karena akhirnya kami
jadi berangkat ke mahameru juga.
Mobil jeep pun berangkat dengan lembut menyusuri aspalan kota tumpang hingga menuju kawasan pakis dan poncokusumo, pemandangan disekitar kami berubah menjadi kebun tebu dan apel yang sangat banyak. Teman-temanpun bergumam harga Rp.400.000 memang sebanding dengan pemandangan yang diberikan sepanjang perjalanan yang sangat wah. Belum sampai disitu awal surga yang tersaji disepanjang perjalanan, dengan melewati jalan yang berkelok-kelok menyusuri bukit dengan aspal yang mulai agak rusak, kamipun disuguhkan pemandangan hijaunya dan rimbunnya pohon disepanjang hutan yang kami lewati. Belum lagi udara khas pegunungan yang menyejukkan hati dan menentramkan pikiran, dan suara gemercikan air yang mengalir dari air terjun coban pelangi beserta sungai yang arusnya deras yang mengalir dibawah jurang. Disepanjang perjalanan kami tak berhenti berdecak kagum dan mata tak berdiam menoleh kekanan- kekiri seakan terhipnotis ciptaan Tuhan atas alam ini dan sepantasnya kami harus tetap menjaga kelestariannya.
Setelah mendengar percakapan mereka yang agak lama, karena situasi
disana yang ramai dan tak memungkinkan untuk mengurus izin sehingga
kami agak lama menunggu, akhirnya selang beberapa menit saya
diperbolehkan masuk ke kantor. Seperti biasa saya disuruh mengisi
kelengkapan administrasi anggota dan surat jaminan dari pihak
perijinan, sambil menunggu surat ditandatangani saya sesekali
menengok jendela kaca didepan saya untuk melihat proses syuting film
yang sedang berjalan. Tiba-tiba datang salah satu artis berwajah
cantik, berkulit putih dan entah saya tak yahu namanya nongol didepan
saya sambil sibuk menguncir rambutnya, amboi cantiknya makhluk tuhan
itu. Tidak beberapa lama surat sudah jadi dan seperti biasa petugas
hanya memeberikan izin pendakian sebatas kalimati saja dan tak lupa
petugas memperingatkan untuk membawa sampah kami turun. Sayapun
keluar dengan segera untuk berkumpul dengan teman-teman kembali.
Sekembalinya saya dari mengurus surat izin, teman-teman lagi sibuk prepare barang bawaannya untuk siap-siap berangkat melanjutkan perjalanan, sebelum berangkatpun kami mendapat kejutan lagi. Rombongan kami kedatangan seseorang yang tak dikenal yang ingin merekam suara kami saat sebelum berangkat, tidak tahu maksud dan tujuan orang itu kamipun bertingkah kayak biasanya sambil canda tawa dan mengobrol biasa sambil bersiap-siap tentunya. Setelah itu kami semua berdiri dengan posisi melingkar sambil mendengarkan ucapan roza yang akan memimpin kami semua untuk berdoa, kemudian kepala kami semua menengadah kebawah semua sambil berdoa dengan khusyu’. Setelah selesai tak lupa seperti biasanya tangan bertumpukan untuk memompa semangat kami sebelum berangkat, “SPAIN Adventure” kataku dan semua menjawab Woooeee…
Pukul 12.15 WIB kami berangkat menuju Mahameru dengan melewati jalan setapak beraspal ditemani pemandangan luar biasa dari sawah hijau milik penduduk sekitar. Berlanjut belok kekanan dengan melewati jalanan bertanah dan beberapa meter kemudian mengambil arah kiri jalan dengan jalanan sempit dan menanjak. Dari jalanan inilah pendakian dimulai, kamipun berjalan dengan semangat membara meskipun jalanan naik dan naik terus menerus yang membuat stamina terkuras dan badan kami mulai agak loyo. Kamipun memutuskan “break” pertama setelah melewati tanjakan pertama tadi, dengan sinar matahari yang cahayanya agak menyengat siang itu segera aku keluarkan botol minuman yang langsung kuteguk airnya untuk membasahi tenggorokanku yang sudah mengering dari tadi. Tradisi bergilir meminta air minum atau menawarkan air minum sudah menjadi hal yang biasa pada kegiatan seperti ini, karena susah dan capek memang dirasakan bersama-sama sehingga sifat ketergantungan antar sesama banyak diajarkan melalui kegiatan ini. Setelah puas menghela nafas panjang dan meregangkan otot, kamipun bangkit dengan kembali menjinjing ransel kami masing-masing untuk melanjutkan perjalanan.
Perjalanan dilanjutkan melewati Trek datar dan terkadang naik-turun sedikit disertai semak belukar lebat di samping kanan kami, terkadang kami harus merundukkan badan dan ransel kami untuk melewati pohon yang tumbang dan semak-semak yang rimbun. Tak terasa kami sudah berjalan selama sejam dan akhirnya sampailah kami dipos pertama, segera ransel yang beratnya hampir sama dengan berat badan kami ini langsung saya sandarkan didekat bangku dan badanpun terasa ringan kembali. Tak lupa kami keluarkan sebotol air minum kembali dan beberapa makanan ringan sebagai santapan makan siang saat itu. Sambil bercanda dan sibuk merenggangkan otot kaki kami masing-masing membuat kami lupa bahwa sebenarnya badan kami sangat lelah karena seharian menempuh perjalanan yang melelahkan dan yang lebih parah lagi mata ini tidak bisa diajak kompromi karena bawaannya pengen tidur melulu karena dalam perjalanan tadi pagi memang saya tidak bisa tidur dengan nyenyak entah gak tahu juga dengan kondisi teman-teman, tetapi kelihatannya sama juga. Tak ingin berlama-lama dengan keadaan seperti itu, akhirnya kamipun harus bangkit dengan terpaksa untuk melanjutkan perjanan kembali. Efeknya memang sangat terasa dalam perjalanan menuju pos 2, mata sudah tidak bisa diajak kompromi lagi meskipun saya paksa untuk melek lebih lama lagi, hasilnya pun badan agak hilang keseimbangan dan sakit kepala pun muncul. Apalagi disertai cuaca yang panas dan jalanan berdebu semakin menambah beban derita kami saat itu, belum lagi kaki si Yugie kambuh lagi sakitnya dan si Adia yang kebetulan sudah mengeluh sebelum perjalanan dimulai karena memang badannya yang belum 100% fit sehingga mereka banyak meminta break sepanjang perjalanan.
Terkadang saking lelahnya saya bisa berjalan sambil tidur, hehehe tapi tak lama-lama takut masuk jurang tentunya. Tapi semua hambatan itu tak membuat semangat dan tekad kami luntur, kamipun saling memompa semangat kami masing-masing dengan satu tujuan sementara yaitu segera sampai ke ranu kumbolo. Untuk lebih mempercepat perjalanan, Adia dan Yugie saya suruh untuk lebih dulu jalan didepan agar kalau dia nanti break punya waktu agak lebih lama daripada saya dan yang lain. Terkadang ditengah perjalanan kami sering berpapasan dengan para porter yang sibuk membawa perlengkapan syuting film tadi untuk dibawa ke ranukumbolo, dengan beban yang lebih berat dari barang bawaan kami mereka tak pernah lelah berjalan bahkan jarang sekali break. Ya maklum pekerjaan mereka setiap hari kan gitu, tapi mereka2 itulah yang membuat semangat kami menyala lagi. sekitar sejam berjalan sampailah kami di pos kedua yaitu watu rejeng. Seperti halnya seperti dipos sebelumnya, kami minum dan mengistiratkan badan kami yang mulai kelelahan. Cukup 5 menit beristirahat di pos waturejeng, kami melanjutkan perjalanan kembali dengan jalanan yang mulai naik turun menyusuri pinggiran perbukitan yang terkenal dengan sebutan waturejeng. Perjalanan menuju pos 3 inilah yang membutuhkan waktu agak lama sehingga tak jarang stamina kami cepat terkuras. Kamipun memutuskan istirahat sejenak di tengah perjalanan yaitu di salah satu jembatan kayu tua, disini kami memutuskan beristirahat dengan waktu agak lama sambil menunggu stamina kami terkumpul kembali. Tak jarang disitu kami berpapasan dengan banyak orang yang hilir mudik, ada yang bertujuan naik dan ada yang turun. Salahsatunya yang paling sering lewat yaitu porter-porter yang bergantian lewat membawa perlengkapan syuting tentunya, entah berapa porter yang disewa untuk syuting di semeru ini. Setelah mengecek jam yang menunjukkan pukul 14.30 WIB, kamipun bersiap-siap melanjutkan perjalanan lagi untuk menuju pos 3.
Berjalan sekitar 20
menit akhirnya kami sampai di pos 3 dan kami cuma lewat saja karena
kondisi bangunan pos 3 yang sudah roboh dan tak ada tempat untuk
beristirahat karena dipenuhi porter yang sedang ngaso, sambil pamitan
ke beberapa porter kamipun langsung lanjut menaiki tanjakan yang
menurut saya adalah satu-satunya jalan tanjakan yang paling tinggi
sepanjang trek menuju ranu kumbolo. Apalagi debu yang ditimbulkan
oleh tanah kering yang terinjak oleh sepatu teman-teman membuat kami
harus berjalan secara bergantian dengan jarak tertentu,
semangat-semangat adalah kata yang sering keluar dari mulutku untuk
lebih menyemangati teman-teman. Akhirnya satu-persatu dari kami mampu
melewati tanjakan ini dan perjalanan pun berlanjut karena kami sudah
tak sabar untuk sampai di ranu kumbolo. Jalan dan kami terus berjalan
meskipun saya lihat stamina teman-teman mulai loyo ditambah semangat
yang mulai luntur pula, juga si Yugie yang jalannya menyeret-nyeret
karena kaki satunya sudah pasrah tidak bisa dibuat jalan meskipun
sudah ditambal sama balsam geliga berkali-kali. Akhirnya dengan
kondisi seperti itu saya memutuskan untuk break sejenak karena saya
tahu jarak ke pos 4 dan ranu kumbolo sudah dekat, saya ingin
memberikan sebuah surprise ditengah-tengah keputusasaan mereka dalam
perjalanan ini. Saya membiarkan mereka sementara penasaran sambil
menikmati pemandangan semeru yang sudah mulai terlihat dari celah
salahsatu bukit, juga sambil menyiapkan stamina dan semangat yang
lebih tentunya karena tinggal sedikit lagi mereka akan melihat bagian
kecil dari surga disemeru.
Saya pun memompa semangat mereka lagi untuk lebih bersemangat dan sesegera bangkit karena tinggal sedikit lagi sudah sampai, akhirnya merekapun terpaksa bangkit dan kembali berjalan. Tak lama di belokan bukit terakhir, barisan paling depan sudah berteriak-teriak seolah memberi aba-aba bahwa mereka sudah melihat sekumpulan air dari kejauhan, dan saya pun bisa merasakan mereka kembali bersemangat untuk cepat sampai ke tempat itu. Inilah salah satu surga kecil semeru yaitu Ranu kumbolo, dari atas kelihatan sekumpulan air membetuk danau yang indah dikelilingi oleh perbukitan hijau yang membuat eksotisme ditempat itu sangatlah indah. Kami seolah-olah terhipnotis oleh pemandangan itu, padahal kami tahu bahwa kondisi kami sudah sangat capek. Sesampainya di pos 4 kamipun langsung melanjutkan perjalanan turun kebawah menuju pinggiran ranu kumbolo sambil takjub melihat kejernihan air di ranu kumbolo. Sambil terus berjalan hingga melewati tenda besar mirip barack yang dibangun oleh para porter untuk dapur umum kru syuting dan sambil melihat para porter yang lagi sibuk naik ke puncak bukit untuk mencari kayu sebagai bahan bakar dan penghangat tubuh mereka dari dinginnya hawa di tempat ini. Kembali jalanan naik harus kami susuri untuk dapat sampai di area camping ground dan jalanan menyisir pinggiran ranu inilah yang berkesan, apalagi tanaman endemic gunung yaitu bunga edelweiss sudah nampak di pinggiran danau dan atas bukit sepanjang jalanan yang kami lewati. Akhirnya perjalanan panjang kami terbayar sudah ketika kami akhirnya sampai di camping ground Ranu kumbolo. Tulisan Selamat datang di Ranu kumbolo menyambut kedatangan kami dan teman-temanpun langsung lari turun kebawah saking senangnya dan langsung membanting carriernya ke rerumputan. Tak banyak pendaki yang camping ditempat itu saat itu kecuali sejumlah porter yang mulai memenuhi salahsatu pondok yang kelihatannya sudah direnovasi, kamipun menghela nafas sejenak sambil merebahkan badan di rerumputan pinggiran ranukumbolo.
Memandangi langit sore dan hawa sejuk yang
mulai berganti dingin membuat kami harus cepat-cepat mencari tempat
untuk mendirikan tenda dan kamipun memilih tempat yang agak berjauhan
dari tenda para pendaki lain. Tendapun saya keluarkan dari dalam
ransel saya kemudian dengan cepat 2 tenda sudah berdiri berdampingan,
barang-barang seperti logistic, tikar, kompor, nesting tak lupa harus
kami keluarkan juga. Sedangkan yang lain sibuk membuat dapur umum
agar terlindung dari angin dan api kompor tetap menyala aman, dan ada
juga yang sibuk mengambil air untuk memasak. Semakin petang hawa
semakin dingin entah dibawa 10 derajat celcius kayaknya, segera kami
langsung masuk tenda untuk mengambil jaket. Sementara si Roza yang
masih berada diluar untuk memasak sambil dibantu Andy yang menyiapkan
bahan-bahan masakan. Saya yang sudah tak kuat menahan rasa dingin
bersama yugie dan adia terpaksa masuk tenda cepat-cepat. Tapi tak
tega rasanya membiarkan mereka masak diluar sambil menggigil
kedinginan, bukan solidarity namanya. Akhirnya saya memaksakan diri
untuk ikut bergabung mereka meskipun cuma menemani mereka untuk
mengobrol sambil menikmati kopi hangat sambil badan ini menggigil
hebat tentunya karena saking dinginnya hawa ditempat itu. Pemandangan
petang itu sangatlah indah karena sinar matahari yang nampak terbenam
ditengah-tengah celah bukit mencetak gambar indah di air ranu
kumbolo.
Hari berganti menjadi malam, hidangan makananpun siap malam itu ditemani cahaya senter yang menyangkut di kepala kami masing-masing. Menu makan malam saat itu nasi+sayur sop+nugget+sozzis+mie goreng, terbilang istimewa lah menu makan kali ini yang jauh2 hari sudah kami siapkan tentunya karena disini kami tak mau makan makanan gk enak lagi. Sambil menggigil kedinginan kamipun memaksa mulut kami untuk membuka dan mengunyah makanan, memang malam itu sebenarnya perut kami belum lapar sepenuhnya karena yang kami inginkan sebenarnya yaitu istirahat. Tapi tubuh kami harus terisi makanan untuk menghasilkan energy selama istirahat buat menghalau dinginnya hawa yang akan menyerang tubuh kami dimalam itu. Selesai makan kami segera masuk tenda dan menutup rapat pintu tenda karena hawa semakin dingin malam itu diranu kumbolo. Segera badan saya masukkan kedalam sleeping bag, agaknya tenda dan sleeping bag pun tidak kuat menghalau dinginnya malam itu. tapi lama-kelamaan mata terpejam dengan sendirinya. Tak kuat tubuh menahan dingin terkadang di membuat tidur kami tak nyenyak, hal itulah yang dialami Adia dan Hamsah.
Pagi itu kami terbangun dari tidur kami masing-masing karena pemandangan pagi hari di Ranu kumbolo terkenal sangat indah, hal itulah yang membuat kami harus curu-buru bangun dan kami tak mau melewatkan momen-momen itu. Pagi itu air diranu kumbolo keliatan berasap seperti air mendidih yang mengeluarkan uap, tapi dinginnya masih tetap sama seperti malam kemarin. Seklebat cahaya matahari muncul melewati kedua celah bukit yang tercermin jelas di permukaan air ranu kumbolo, sedikit demi sedikit matahari muncul memberikan semangat, keceriaan dan kehangatan baru di pagi hari di ranu kumbolo. Benar sinar matahari ibarat rahmat tiada duanya di pagi itu, dingin berganti hangat dan suram berganti ceria muka semua orang dipagi itu. Seolah-olah semua sudah bersiap dan tak sabar untuk menanti kedatangannya.
Dari
kejauhan kelihatan serombongan pendaki yang sudah berangkat duluan
menaiki tanjakan cinta, tapi sebelumnya saya melihat seorang anak
kecil dengan kuatnya berlari menaiki tanjakan tersebut sambil diikuti
dari belakang oleh seorang dewasa yang keliatannya sih seperti
bapaknya anak tersebut. Tak mau kalah dari mereka-mereka yang sudah
terlebih dahulu naik, kamipun segera merapatkan barisan untuk
berkumpul dan berdoa bersama agar diberikan keselamatan sampai
tujuan. Setelah prosesi berdoa selesai, saya didepan untuk memimpin
yang lain untuk berjalan menaiki tanjakan cinta. Mengapa sih kok
disebut tanjakan cinta?? Menurut orang setempat nama tanjakan cinta
berasal dari bentuk tanjakan yang diapit oleh dua bukit yang apabila
dilihat dari jauh seperti gambar sebuah hati yang melambangkan cinta,
dan menurut mitos apabila seseorang yang bisa berjalan melewati
tanjakan cinta tanpa berhenti dan tanpa menengok ke belakang maka
seorang tersebut bila berdoa untuk cepat ditemukan dengan jodohnya
akan cepat terkabul. Entah benar atau enggak mitos tersebut, tapi
tetap urusan jodoh kita serahkan pada yang maha kuasa saja.
Di kalimati kami berjumpa dengan 2 rombongan pendaki yang kebetulan pagi sebelumnya sudah sampai di puncak mahameru dan mereka akan turun siang itu juga, tak sungkan2 mereka kami ajak ngobrol untuk mengetahui situasi terkini dari puncak apakah masih aman atau tidak untuk didaki? Mereka hanya bilang hati-hati saja dengan anginnya terbilang sangat kencang dan terkadang membawa butiran pasir yang bisa membuat mata kelilipan. Pesan itu kami perhatikan baik-baik agar nantinya tak membuat kami ceroboh ketika melakukan summit attack ke puncak. Tak berlama-lama kamipun mendirikan tenda diarea tanah yang kosong dibawah pepohonan pinus yang rindang, kamipun berbagi tugas yaitu ada yang mendirikan tenda dan memasak, dan satunya ada yang mengambil air disumber mani. Kebetulan saya dan Andy kebagian tugas mengambil air di sumber mani, tapi sebelumnya saya belum banyak tahu mengenai tempat itu. Sebelum berangkat kami mencoba menggali informasi dari pendaki yang akan turun tadi mengenai waktu tempuh dan kondisi trek untuk sampai ke Sumber mani. Mereka Cuma menjawab: kalo berangkat sih setengah jam paling lama dan jalanannya pun jelas kok, tapi kalo baliknya tergantung mas, bilangnya pendaki tersebut.
Dalam perjalanan saya dan andy berdua turun menyusuri jalan setapak sambil berpikir ulang: pendaki tadi aja bilang, kalo berangkatnya sih cepet karena jalanannya turun, tapi kalo balik dia menjawab tergantung yang berarti jalanan pasti akan naik. Mencoba berpikir realistis, saya dan andy pun sadar bahwa yang dikatakan pendaki tadi memang benar. Untuk mecapai sumber mani sangatlah sulit treknya, berangkatnya aja udah sulit apalagi pas baliknya tambah sulit. Tapi semua itu terbayar dengan keindahan bunga edelweiss yang bermekaran sepanjang perjalanan menuju sumbermani. Surga edelweiss benar-benar ada ditempat ini, tak berselang lama sekitar 15 menit perjalanan kami menemukan sebuah tetesan air yang terkumpul hingga membentuk aliran yang agak deras yang dikenal sebagai sumber mani. Segera 4 botol air kemasan langsung kami isi penuh sambil merasakan kesegaran air tersebut dengan meminumnya langsung dan membasuhkannya langsung kemuka, alangkah segarnya air ini yang tak kalah segarnya dengan air dari ranukumbolo. Setelah sekiranya cukup, saya dan andy pun kembali menenteng 2 botol masing-masing sambil naik turun melewati curamnya trek di sumbermani ini. Sehingga kami memang harus hati-hati dalam berjalan, teringat saya harus terpeleset ketika melewati suatu tanjakan dan air yang saya bawa harus jatuh dan untungnya si Andy bisa menyelematkan air yang saya jatuhkan dan untungnya lagi airnya tak tumpah. Hal itu menyadarkan kami bahwa air memang sangatlah berharga di gunung ini dan kami tak mau mensia-siakannya untuk hal yang sekiranya tak perlu. Setelah setengah jam lebih kami mengambil air yang sudah ditunggu-tunggu oleh teman-teman yang lagi sibuk menyiapkan masakan untuk makan malam.
Udarapun bertambah dingin setelah hari menjelang sore, ditambah angin yang berhembus sangat kencang yang membuat kami tak betah berlama-lama berada diluar. Rombongan pendaki dari UGM+UnMat yang baru sampai langsung beristirahat didalam sebuah bangunan yang bisa dibilang kosong alias tidak berpenghuni. Saya dan yugie pun coba mengecek apakah bangunan itu benar-benar kosong dan nyaman untuk ditempati, setelah berkeliling-keliling kamipun berujar untuk pindah ketempat itu saja karena notabene bangunan tersebut baru dibenerin dan kondisinya masih bagus ditambah perlindungan yang diberikan terhadap hembusan angin yang membawa hawa dingin ditempat ini. Setelah makan sore sekaligus makan malam siap dan kami langsung makan begitu saja, langsung bergegas tenda kami kosongkan isinya dan langsung kami angkat dan kami masukkan kedalam bangunan, tapi kami bebeda ruang tentunya karena satu ruang hanya cukup untuk satu tenda. Disini kami menemukan kehangatan dan terbebas dari hembusan angin yang kencang dan dinginnya malam. Malam itupun kami bisa tidur dengan nyenyak tanpa menghiraukan dinginnya malam itu dan sekaligus mempersiapkan stamina buat melanjutkan perjalanan ke puncak di pagi hari nanti.
Pukul 08.00 WIB gunung semeru mulai menunjukkan aktivitasnya, kawah jonggring saloko bergemuruh seperti rombongan sapi lewat dan akhirnya mengeluarkan letusannya selama 10 detik yang disertai asap yang membumbung ke angkasa. Tak ingin melewatkan kesempatan emas itu, kamipun mengabadikan momen-momen itu dari foto-foto saat semeru meletus, foto bersama bendera merah putih yang berkibar dipuncak, foto dengan view tugu peringatan meninggalnya soe hok gie dan foto dengan vie pegunungan bromo. Setelah menikmati indahnya puncak tertinggi di pulau jawa ini, pukul 09.00 kamipun turun dari puncak.
- Kampus – Terminal Arjosari (17 Juni 2012)"Untung ada plan B"
Malamnya 16 Juni 2012 sebelum keberangkatan, kami semua berkumpul di kampus tercinta untuk prepare semua barang bawaan dan membagi barang bawaan yang harus disesuaikan beratnya dengan bobot kami semua. Malam itupun kami terpaksa tak bisa tidur karena pikiran tak tenang dan sudah tak sabar lagi pengen berangkat, akhirnya kamipun terpaksa pergi ngopi sambil nonton piala eropa yang emang lagi rame2nya saat itu. Pukul 03.00 pagi kami bertujuh yang terdiri dari saya sendiri yang diamanahi sebagai ketua rombongan, Roza, Andy, Yugie, Udin, Adia dan Hamzah, kamipun berangkat menuju stasiun Gubeng untuk naik kereta api pagi dengan tujuan Malang. Pagi itupun kami berangkat diantar oleh teman2 menuju Gubeng, sesampainya disana antrian puluhan orang memadati pelataran stasiun gubeng pagi itu. Setelah berpamitan dengan teman2 yang bersedia merelakan waktunya untuk mengantar kami, saya dan andy langsung ikut berdesakan antri didepan pintu stasiun yang kebetulan belum dibuka. Jam 04.00 WIB pintupun terbuka, orang2 disitu langsung berjubelan masuk dan langsung membuat barisan antrian tiket dan kebetulan agak telat sehingga saya mendapat bagian agak belakang. Hingga diujung antrian, orang barisan depan bicara bahwa tiket untuk tujuan malang hingga jam 11.00 WIB sudah ludes terjual alias habis, pagi itu kami harus gigit jari karena sudah kehabisan tiket alias ketinggalan kereta.
Dengan muka lesu saya menghampiri teman-teman dan menceritakan hal itu kepada mereka. Setelah itu kami berunding lagi untuk mendiskusikan gimana sebaiknya dan setelah beberapa menit akhirnya kami terpaksa mengambil rencana opsi kedua yang hasilnya kami harus mencarter angkot untuk mengantar kami ke terminal bungurasih. Setelah berunding alot dengan sang supir, akhirnya kami mendapat harga Rp.60.000 untuk 7 orang beserta barang bawaan kami. Pukul 04.30 WIB kamipun berangkat menuju terminal bungurasih, dengan kencang kendaraan angkutan yang kami tumpangi ini melaju melewati jalanan Surabaya yang masih sepi dan tak berselang lama pukul 05.00 kami sampai di terminal. Kamipun terpaksa diturunkan didepan terminal karena kata sibapak supirnya supaya kami cepet dapat bus tanpa nunggu lama, Termakan bujuk rayu si supir tadi kamipun terpaksa turun dan harus berjalan masuk ke dalam keterminal untuk mencari-cari bus tujuan malang dan kebetulan baru jalan 100 meteran kami berpapasan dengan bus tersebut. Tanpa pilih-pilih kamipun segera masuk bus itu, tapi sebelumnya carrier kami masukkan ke bagasi bus terlebih dulu sambil dibantu sang kernet untuk memasukkannya. Setelah kami semua masuk dan memilih tempat duduk masing2, kamipun berusaha istirahat sejenak sebelum bus sampai di malang nanti. Tarif bus untuk jurusan Surabaya – Malang yaitu Rp.10.000 perorang dan Bus pun melaju kencang lewat tol, selepasnya bus memasuki wilayah gempol-pasuruan saya yang kebetulan masih tak ngantuk mendapat pemandangan pagi yang luar biasa. Hamparan gunung penanggungan dan arjuno-welirang yang berdiri kokoh yang masih diselimuti kabut tipis dimasing-masing puncaknya dan sesekali udara pagi yang segar masuk melalui ventilasi jendela bus yang semakin menambah semangat pagi itu. Meskipun beberapa kali bus berhenti untuk cari penumpang sepanjang perjalanan yang selalu disertai bau khas asap knalpotnya, Belum lagi kami harus berdesakan dengan penumpang lain yang baru masuk bus maklumlah ini kan bus kelas ekonomi. Tua-muda, karyawan-siswa, bapak-ibu bergerumbul jadi satu yang membuat perjalanan ini semakin indah untuk dinikmati karena bus ini kayak pasar yang ramai banget, tak terasa satu persatu dari mereka turun dan semakin mendekati kota malang akhirnya tak ada lagi yang naik sehingga bis terasa sepi lagi.
- Terminal Arjosari – Pasar Tumpang
"Sometime Unpredictable"
Tak
terasa pukul 07.30 WIB sampailah kami di Terminal Arjosari-Malang,
kamipun harus turun dari bus dengan menjinjing carrier yang berat
sambil. Tapi sebelum melanjutkan perjalanan menuju Tumpang, pagi itu
kami mencari makan terlebih dahulu untuk mengganjal perut yang dari
malam sudah keroncongan alias breakfast dulu. Setelah muter2 tuk cari
menu makan yang murah akhirnya kami nemu juga dan tak jauh-jauh dari
menu makan sehari-hari di kampus yaitu nasi pecel dengan lauk telur
ceplok ada juga yang cuma pake tempe doang ditambah segelas teh
hangat menemani kami dipagi itu. Dengan santainya kami makan sambil
duduk lesehan ditempat duduk yang disediakan dan ada juga yang makan
didepan toko yang kebetulan belum buka pagi itu. Kamipun tak
menghiraukan berlalu lalangnya orang2 yang lewat didepan kami ,
kamipun tetap menikmati nasi pecel yang nikmat dipagi itu. Dengan
harga yang agak mencengangkan yaitu Rp.8000 yang tak biasa dimata
kami karena kami beranggapan pecel biasanya adalah makanan dengan
harga yang bersahabat bagi mahasiswa kayak kami ini, tapi dihari itu
lain ceritanya seolah kami dipandang sebagai wisatawan atau orang
yang baru kenal pecel kali???. Berlanjut setelah puas menikmati sarapan, kami keluar meninggalkan terminal untuk
mencari kendaraan menuju tumpang, belum sampai keluar terminal kami
ditawari seorang bapak2 untuk naik kendaraannya alias carter dengan biaya perorang
Rp.10.000. Tapi saya selaku ketua rombongan berusaha menawar semurah
mungkin karena menurut info teman saya setiap angkutan disana akan
menarik tarif yang agak mahal dari biasanya khusus bagi para pendaki
kayak kami ini dari harga normal Rp.5000 jadi Rp.8000-Rp.9000
perorang. Setelah si bapak ngotot tidak mau ditawar, dengan terpaksa
kami deal diangka Rp.10.000,-. Tanpa basa-basi si Bapak
langsung membantu kami untuk memasukkan carrier kami masuk kemobilnya
terlebih dulu dan barulah kami masuk kedalam mobilnya. Sebenarnya
dengan ukuran mobil sibapak yang agak kecil yaitu mobil cherry, jadi
kami harus berbagi tempat dengan carrier2 kami yang ditumpuk dikursi
tengah. Otomatis 5 orang harus mengisi kursi belakang, sebenarnya
saya keberatan akan hal ini karena harga yang dipatok oleh bapak
tidak sesuai dengan tingkat kenyamanan yang diberikan atau kurang memperhatikan tingkat kepuasan konsumen. Tapi yang
sudah biarlah berlalu, yang penting bisa berangkat ke Tumpang dan segera berjumpa Mahameru.- Pasar Tumpang – Desa RanuPane
"Perjalanan MAHAL=PUAS"
Tumpang
adalah kota kecil yang terletak disebelah timur kota malang, kota
inilah yang menjadi tujuan terakhir para pendaki yang ingin ke
semeru. Untuk perjalanan selanjutnya harus menggunakan jeep atau truk
bila ingin ke Desa RanuPane karena kondisi jalannnya sudah tak
memungkinkan lagi untuk dilewati mobil angkutan biasa. Sekitar 30
menit perjalanan pukul 08.45 WIB kami sampai di Pasar Tumpang.
Barang-barang kami langsung diturunkan dari mobil dan kami langsung
mencari tumpangan selanjutnya yaitu jeep/hartop atau truk sayur kalau
ada. Berjalan menyebrang kami dihampiri seseorang yang menawarkan
jasanya untuk mengantar ke ranupane tapi dengan biaya yang agak wah
yaitu Rp.450.000, seolah tak sepakat harga yang ditawarkan oleh
beliau. Saya berusaha menawar semurah mungkin, karena sekali lagi
menurut info temen saya paling tidaknya kita akan ditarik harga Rp
30.000 perorang. Tapi sekali lagi info tersebut tidak berlaku buat
kondisi saat itu, karena harga Rp.30.000 berlaku bila yang menumpang
berjumlah 15 orang. Tapi saya tetap tak mau menyerah menawar semurah
mungkin karena kami hanya berjumlah 7 orang yang apabila saya
kalkulasi akan berdampak besar bagi budget kami masing-masing
nantinya dan opsi yang kedua menunggu pendaki lain hingga berjumlah
15 orang untuk dapat harga paling murah dengan konsekwensi waktu telat, tapi itupun mustahil karena
saat diterminal tak ada seorangpun yang menandakan akan
berangkat mendaki seperti kami. Terpaksa kami menggelandang terlebih dahulu sambil merapatkan kondisi yang tak terduga saat itu, memang kami naik disaat waktu yang tak tepat saat itu atau memang kurang beruntung saja. Akhirnya kami meminta extra time hingga pukul 10.00
WIB sampai didapatkan keputusan final mengenai kondisi saat itu, dan kami berkeputusan dengan pertimbangan waktu mau tak mau kami harus
berangkat saat itu juga dengan menambah biaya ekstra yang sedikit menguras dompet kami masing-masing.
Mobil jeep pun berangkat dengan lembut menyusuri aspalan kota tumpang hingga menuju kawasan pakis dan poncokusumo, pemandangan disekitar kami berubah menjadi kebun tebu dan apel yang sangat banyak. Teman-temanpun bergumam harga Rp.400.000 memang sebanding dengan pemandangan yang diberikan sepanjang perjalanan yang sangat wah. Belum sampai disitu awal surga yang tersaji disepanjang perjalanan, dengan melewati jalan yang berkelok-kelok menyusuri bukit dengan aspal yang mulai agak rusak, kamipun disuguhkan pemandangan hijaunya dan rimbunnya pohon disepanjang hutan yang kami lewati. Belum lagi udara khas pegunungan yang menyejukkan hati dan menentramkan pikiran, dan suara gemercikan air yang mengalir dari air terjun coban pelangi beserta sungai yang arusnya deras yang mengalir dibawah jurang. Disepanjang perjalanan kami tak berhenti berdecak kagum dan mata tak berdiam menoleh kekanan- kekiri seakan terhipnotis ciptaan Tuhan atas alam ini dan sepantasnya kami harus tetap menjaga kelestariannya.
Perjalanan
semakin menyenangkan dan menantang karena jalan yang kami lewati
semakin terjal dan menantang yang terkadang membuat mobil yang kami
tumpangi bekerja keras untuk melewati jalanan ini, maka dari itu
kebanyakan kendaraan disini memakai sistem 4-stroke untuk antisipasi
lewat jalan seperti itu. Tak berlangsung lama kami melewati kawasan
Jemplang yaitu kawasan pertigaan menuju bromo dan ranupane. Sudah
dapat terbayang bagaimana indahnya pemandangan yang disajikan oleh
pegunungan tengger dengan icon utamanya yaitu G.Bromo, dari sinilah
kami dapat melihat indahnya pasir berbisik yang sangat luas yang
menyelimuti bromo dan indahnya bukit teletubbies yang masih nampak kehijau-hijauan, mungkin satu-satunya di Indonesia bahkan dunia
yang memiliki pemandangan yang menakjubkan seperti ini. Ini hanyalah
sebuah paradise yang bisa kami lihat saat itu, berlanjut
melewati sebuah desa yang menandakan kita sudah memasuki kawasan
kabupaten lumajang yaitu gubugklakah. Dengan jalanan yang sangat berdebu yang terkadang
membuat mata kelilipan, dan kami akhirnya sampai juga di Desa RanuPane.
- Desa Ranupane - Ranukumbolo
"Start yang special"
Memang
cuaca saat itu sangatlah panas, dapat terlihat dengan mudahnya
debu-debu berterbangan hingga teras rumah para penduduk didesa
ranupane kotor oleh debu. Tapi herannya tak ada satupun tanaman
sayuran mereka yang mati meskipun cuaca saat itu sedang
panas-panasnya dan terlihat sungai kecil sudah tak terisi air lagi,
Itulah salah satu bukti bahwa Tuhan telah mengatur rezeki tiap
makhluknya melalui embun pagi hari saja sudah mecukupi kebutuhan air
bagi tumbuhan di kawasan itu. Desa Ranupane adalah base camp para
pendaki yang ingin mendaki ke semeru yang berada pada ketinggian 2300
mdpl, bisa dibilang desa ini adalah desa yang paling dekat dengan g.
semeru. Memasuki kawasan jalanan yang terlihat jelas pemandangan
Danau Ranupane, kawan-kawan mulai bertanya danau apakah itu?? Saya
menjelaskan bahwa kata Ranu dalam bahasa jawa itu berarti Danau, tapi
tiba-tiba mobil berhenti ditengah perjalanan padahal belum sampai pos
perijinan. Setelah kami tengok ternyata didepan lagi ramai sekali
entah lagi ada acara apa, ternyata kami dapat kabar dari seseorang
yang menghampiri mobil kami bahwa sedang ada proses syuting film 5 cm
yang lagi ngambil gambar di pos perijinan. Dalam hati bergumam, kok
tumben ada film yang ambil latar belakang gunung semeru. Dan tak
tanggung2 artis yang maen kayak pevita pearce, igor, fedi nuril dll
terlihat jelas didepan mata kami sedang beracting. Setelah kira-kira
film break sebentar, akhirnya mobil yang kami tumpangi boleh lewat
dan kami diturunkan agak menjauhi pos perijinan. Kemudian carrier
kami turunkan satu persatu dari atas mobil dan setelah itu abang
sopir membantu saya untuk mengurus perijinan dengan bertanya ke salah
satu petugas perijinan lewat handy talkynya apakah kami diperbolehkan
masuk untuk mengurus perijinan.Sekembalinya saya dari mengurus surat izin, teman-teman lagi sibuk prepare barang bawaannya untuk siap-siap berangkat melanjutkan perjalanan, sebelum berangkatpun kami mendapat kejutan lagi. Rombongan kami kedatangan seseorang yang tak dikenal yang ingin merekam suara kami saat sebelum berangkat, tidak tahu maksud dan tujuan orang itu kamipun bertingkah kayak biasanya sambil canda tawa dan mengobrol biasa sambil bersiap-siap tentunya. Setelah itu kami semua berdiri dengan posisi melingkar sambil mendengarkan ucapan roza yang akan memimpin kami semua untuk berdoa, kemudian kepala kami semua menengadah kebawah semua sambil berdoa dengan khusyu’. Setelah selesai tak lupa seperti biasanya tangan bertumpukan untuk memompa semangat kami sebelum berangkat, “SPAIN Adventure” kataku dan semua menjawab Woooeee…
Pukul 12.15 WIB kami berangkat menuju Mahameru dengan melewati jalan setapak beraspal ditemani pemandangan luar biasa dari sawah hijau milik penduduk sekitar. Berlanjut belok kekanan dengan melewati jalanan bertanah dan beberapa meter kemudian mengambil arah kiri jalan dengan jalanan sempit dan menanjak. Dari jalanan inilah pendakian dimulai, kamipun berjalan dengan semangat membara meskipun jalanan naik dan naik terus menerus yang membuat stamina terkuras dan badan kami mulai agak loyo. Kamipun memutuskan “break” pertama setelah melewati tanjakan pertama tadi, dengan sinar matahari yang cahayanya agak menyengat siang itu segera aku keluarkan botol minuman yang langsung kuteguk airnya untuk membasahi tenggorokanku yang sudah mengering dari tadi. Tradisi bergilir meminta air minum atau menawarkan air minum sudah menjadi hal yang biasa pada kegiatan seperti ini, karena susah dan capek memang dirasakan bersama-sama sehingga sifat ketergantungan antar sesama banyak diajarkan melalui kegiatan ini. Setelah puas menghela nafas panjang dan meregangkan otot, kamipun bangkit dengan kembali menjinjing ransel kami masing-masing untuk melanjutkan perjalanan.
Perjalanan dilanjutkan melewati Trek datar dan terkadang naik-turun sedikit disertai semak belukar lebat di samping kanan kami, terkadang kami harus merundukkan badan dan ransel kami untuk melewati pohon yang tumbang dan semak-semak yang rimbun. Tak terasa kami sudah berjalan selama sejam dan akhirnya sampailah kami dipos pertama, segera ransel yang beratnya hampir sama dengan berat badan kami ini langsung saya sandarkan didekat bangku dan badanpun terasa ringan kembali. Tak lupa kami keluarkan sebotol air minum kembali dan beberapa makanan ringan sebagai santapan makan siang saat itu. Sambil bercanda dan sibuk merenggangkan otot kaki kami masing-masing membuat kami lupa bahwa sebenarnya badan kami sangat lelah karena seharian menempuh perjalanan yang melelahkan dan yang lebih parah lagi mata ini tidak bisa diajak kompromi karena bawaannya pengen tidur melulu karena dalam perjalanan tadi pagi memang saya tidak bisa tidur dengan nyenyak entah gak tahu juga dengan kondisi teman-teman, tetapi kelihatannya sama juga. Tak ingin berlama-lama dengan keadaan seperti itu, akhirnya kamipun harus bangkit dengan terpaksa untuk melanjutkan perjanan kembali. Efeknya memang sangat terasa dalam perjalanan menuju pos 2, mata sudah tidak bisa diajak kompromi lagi meskipun saya paksa untuk melek lebih lama lagi, hasilnya pun badan agak hilang keseimbangan dan sakit kepala pun muncul. Apalagi disertai cuaca yang panas dan jalanan berdebu semakin menambah beban derita kami saat itu, belum lagi kaki si Yugie kambuh lagi sakitnya dan si Adia yang kebetulan sudah mengeluh sebelum perjalanan dimulai karena memang badannya yang belum 100% fit sehingga mereka banyak meminta break sepanjang perjalanan.
Terkadang saking lelahnya saya bisa berjalan sambil tidur, hehehe tapi tak lama-lama takut masuk jurang tentunya. Tapi semua hambatan itu tak membuat semangat dan tekad kami luntur, kamipun saling memompa semangat kami masing-masing dengan satu tujuan sementara yaitu segera sampai ke ranu kumbolo. Untuk lebih mempercepat perjalanan, Adia dan Yugie saya suruh untuk lebih dulu jalan didepan agar kalau dia nanti break punya waktu agak lebih lama daripada saya dan yang lain. Terkadang ditengah perjalanan kami sering berpapasan dengan para porter yang sibuk membawa perlengkapan syuting film tadi untuk dibawa ke ranukumbolo, dengan beban yang lebih berat dari barang bawaan kami mereka tak pernah lelah berjalan bahkan jarang sekali break. Ya maklum pekerjaan mereka setiap hari kan gitu, tapi mereka2 itulah yang membuat semangat kami menyala lagi. sekitar sejam berjalan sampailah kami di pos kedua yaitu watu rejeng. Seperti halnya seperti dipos sebelumnya, kami minum dan mengistiratkan badan kami yang mulai kelelahan. Cukup 5 menit beristirahat di pos waturejeng, kami melanjutkan perjalanan kembali dengan jalanan yang mulai naik turun menyusuri pinggiran perbukitan yang terkenal dengan sebutan waturejeng. Perjalanan menuju pos 3 inilah yang membutuhkan waktu agak lama sehingga tak jarang stamina kami cepat terkuras. Kamipun memutuskan istirahat sejenak di tengah perjalanan yaitu di salah satu jembatan kayu tua, disini kami memutuskan beristirahat dengan waktu agak lama sambil menunggu stamina kami terkumpul kembali. Tak jarang disitu kami berpapasan dengan banyak orang yang hilir mudik, ada yang bertujuan naik dan ada yang turun. Salahsatunya yang paling sering lewat yaitu porter-porter yang bergantian lewat membawa perlengkapan syuting tentunya, entah berapa porter yang disewa untuk syuting di semeru ini. Setelah mengecek jam yang menunjukkan pukul 14.30 WIB, kamipun bersiap-siap melanjutkan perjalanan lagi untuk menuju pos 3.
Saya pun memompa semangat mereka lagi untuk lebih bersemangat dan sesegera bangkit karena tinggal sedikit lagi sudah sampai, akhirnya merekapun terpaksa bangkit dan kembali berjalan. Tak lama di belokan bukit terakhir, barisan paling depan sudah berteriak-teriak seolah memberi aba-aba bahwa mereka sudah melihat sekumpulan air dari kejauhan, dan saya pun bisa merasakan mereka kembali bersemangat untuk cepat sampai ke tempat itu. Inilah salah satu surga kecil semeru yaitu Ranu kumbolo, dari atas kelihatan sekumpulan air membetuk danau yang indah dikelilingi oleh perbukitan hijau yang membuat eksotisme ditempat itu sangatlah indah. Kami seolah-olah terhipnotis oleh pemandangan itu, padahal kami tahu bahwa kondisi kami sudah sangat capek. Sesampainya di pos 4 kamipun langsung melanjutkan perjalanan turun kebawah menuju pinggiran ranu kumbolo sambil takjub melihat kejernihan air di ranu kumbolo. Sambil terus berjalan hingga melewati tenda besar mirip barack yang dibangun oleh para porter untuk dapur umum kru syuting dan sambil melihat para porter yang lagi sibuk naik ke puncak bukit untuk mencari kayu sebagai bahan bakar dan penghangat tubuh mereka dari dinginnya hawa di tempat ini. Kembali jalanan naik harus kami susuri untuk dapat sampai di area camping ground dan jalanan menyisir pinggiran ranu inilah yang berkesan, apalagi tanaman endemic gunung yaitu bunga edelweiss sudah nampak di pinggiran danau dan atas bukit sepanjang jalanan yang kami lewati. Akhirnya perjalanan panjang kami terbayar sudah ketika kami akhirnya sampai di camping ground Ranu kumbolo. Tulisan Selamat datang di Ranu kumbolo menyambut kedatangan kami dan teman-temanpun langsung lari turun kebawah saking senangnya dan langsung membanting carriernya ke rerumputan. Tak banyak pendaki yang camping ditempat itu saat itu kecuali sejumlah porter yang mulai memenuhi salahsatu pondok yang kelihatannya sudah direnovasi, kamipun menghela nafas sejenak sambil merebahkan badan di rerumputan pinggiran ranukumbolo.
Ranu Kumbolo |
Hari berganti menjadi malam, hidangan makananpun siap malam itu ditemani cahaya senter yang menyangkut di kepala kami masing-masing. Menu makan malam saat itu nasi+sayur sop+nugget+sozzis+mie goreng, terbilang istimewa lah menu makan kali ini yang jauh2 hari sudah kami siapkan tentunya karena disini kami tak mau makan makanan gk enak lagi. Sambil menggigil kedinginan kamipun memaksa mulut kami untuk membuka dan mengunyah makanan, memang malam itu sebenarnya perut kami belum lapar sepenuhnya karena yang kami inginkan sebenarnya yaitu istirahat. Tapi tubuh kami harus terisi makanan untuk menghasilkan energy selama istirahat buat menghalau dinginnya hawa yang akan menyerang tubuh kami dimalam itu. Selesai makan kami segera masuk tenda dan menutup rapat pintu tenda karena hawa semakin dingin malam itu diranu kumbolo. Segera badan saya masukkan kedalam sleeping bag, agaknya tenda dan sleeping bag pun tidak kuat menghalau dinginnya malam itu. tapi lama-kelamaan mata terpejam dengan sendirinya. Tak kuat tubuh menahan dingin terkadang di membuat tidur kami tak nyenyak, hal itulah yang dialami Adia dan Hamsah.
Pagi itu kami terbangun dari tidur kami masing-masing karena pemandangan pagi hari di Ranu kumbolo terkenal sangat indah, hal itulah yang membuat kami harus curu-buru bangun dan kami tak mau melewatkan momen-momen itu. Pagi itu air diranu kumbolo keliatan berasap seperti air mendidih yang mengeluarkan uap, tapi dinginnya masih tetap sama seperti malam kemarin. Seklebat cahaya matahari muncul melewati kedua celah bukit yang tercermin jelas di permukaan air ranu kumbolo, sedikit demi sedikit matahari muncul memberikan semangat, keceriaan dan kehangatan baru di pagi hari di ranu kumbolo. Benar sinar matahari ibarat rahmat tiada duanya di pagi itu, dingin berganti hangat dan suram berganti ceria muka semua orang dipagi itu. Seolah-olah semua sudah bersiap dan tak sabar untuk menanti kedatangannya.
Sunrise di RanuKumbolo |
Morning Activity at Ranukumbolo |
Puas
menikmati sinar matahari pagi, kamipun bersiap-siap memasak kembali
untuk mengisi tenaga buat perjalanan nanti. Tetapi ada kabar
mengejutkan yaitu tentang si Adia yang akhirnya harus mengakhiri
ekspedisi lebih cepat karena kondisinya sangat tidak memungkinkan dan
dia takut malah memberatkan rombongan nantinya. Kamipun tak bisa
mencegah keputusan dia yang sudah final meskipun saya dan andy sudah
berusaha membujuknya berkali-kali, dan kali ini adalah keputusan yang
sudah final dari dia yaitu cuma sampai ranu kumbolo saja. Dia
nantinya akan turun bersama rombongan dari depok yang kebetulan camp
di samping tenda kami semalam dan pagi itu mereka berniat turun
setelah sarapan pagi tentunya. Pagi itupun si master chef kami “roza”
menyiapkan menu capcay campur2+nugget+ikan asin+sambal
terasi yang digoreng yang baunya semakin membuat perut ini cepat
keroncongan. Tak lama masakan sudah siap, semuanya pun sudah
disiapkan di piring masing-masing.
Dengan lahap makanan masuk kemulut satu persatu hingga tak terasa sudah habis entah saking enaknya sarapan pagi itu. sudah menjadi tradisi setelah makan pengen buang air besar, pagi itupun perut saya dan perut Udin sudah tak kuat menahan saking mulasnya. Kamipun segera mengambil tisu basah dan sebotol air dan berlari menuju salah satu bukit yang katanya penuh ranjau darat alias tempat khusus beol para pendaki di ranu kumbolo. Dengan tak mengurangi rasa sopan karena ini berada di alam bebas jadi tak akan pernah menemui toilet atau WC umum, bisa bayangin sendiri siapa yang nantinya bersedia merawat dan membersihkannya tiap hari. Mending menuruti perumpamaan “apa yang kita makan dari alam nantinya akan kembali kealam juga”, hehehe sedikit mengarang ntah dapat kata itu dari mana. Setelah sekuat tenaga mengeluarkan benda asing dalam tubuh, akhirnya lega juga dan tubuh terlihat enteng sekarang. Entah yang lain kok kuat nahan padahal udah 2 hari makan terus, apa perut mereka tidak penuh.
Dengan lahap makanan masuk kemulut satu persatu hingga tak terasa sudah habis entah saking enaknya sarapan pagi itu. sudah menjadi tradisi setelah makan pengen buang air besar, pagi itupun perut saya dan perut Udin sudah tak kuat menahan saking mulasnya. Kamipun segera mengambil tisu basah dan sebotol air dan berlari menuju salah satu bukit yang katanya penuh ranjau darat alias tempat khusus beol para pendaki di ranu kumbolo. Dengan tak mengurangi rasa sopan karena ini berada di alam bebas jadi tak akan pernah menemui toilet atau WC umum, bisa bayangin sendiri siapa yang nantinya bersedia merawat dan membersihkannya tiap hari. Mending menuruti perumpamaan “apa yang kita makan dari alam nantinya akan kembali kealam juga”, hehehe sedikit mengarang ntah dapat kata itu dari mana. Setelah sekuat tenaga mengeluarkan benda asing dalam tubuh, akhirnya lega juga dan tubuh terlihat enteng sekarang. Entah yang lain kok kuat nahan padahal udah 2 hari makan terus, apa perut mereka tidak penuh.
- Ranu Kumbolo – Oro-oro Ombo - Cemoro Kandang
"The next Paradise"
Pukul
09.30 WIB kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan kembali
setelah semua barang bawaan sudah kami kemas semua kedalam carrier
kami masing-masing. Meskipun kami kehilangan satu anggota, semangat
kami tetap utuh yaitu untuk puncak mahameru.
Tanjakan Cinta |
Dengan
nafas enggos-enggosan dan terkadang berhenti untuk mengatur nafas,
akhirnya kami satu persatu bisa melewati tanjakan cinta ini. Setelah
semua sampai dan istirahat sejenak, saya pun berujar bahwa setelah
cobaan pertama terlewati, maka balasannya adalah surga kecil kedua
yang bernama oro-oro ombo. Tak sabar setelah saya sebutkan nama itu,
mereka2 yang penasaranpun akhirnya segera bangkit dan kembali
berjalan untuk segera melihat tempat itu. Berjalan sebentar kami
sudah dihadapkan sebuah padang rumput atau savanna di tengah-tengah
gunung, sebuah pemandangan yang tak umum berada di sebuah gunung.
Ibarat ini adalah africanya Indonesia yang bernama oro-oro ombo, tak
rugilah kami membayar mahal untuk semua ini karena kami benar-benar
dibuat puas dan takjub oleh semeru akan kebesaran ciptaan sang maha
pencipta. Karena terdapat 2 jalur yang bisa digunakan para pendaki
untuk melewati tempat ini yaitu menyusuri pinggiran bukit dengan
jalanan datar menurun dan yang kedua langsung turun melewati ilalang
savanna itu. Berhubung kondisi kaki kedua teman saya yaitu andy dan
yugie yang masih sakit, akhirnya saya melilih lewat jalanan yang
menyusuri bukit saja dengan jalanan datar yang turunannya konstan
atau tak terlalu signifikan. Perjalanan pun dimulai dan akhirnya
sampai di tengah-tengah padang rumput yang dipenuhi bunga berwarna
ungu yang kelihatannya seperti jenis bunga lavender. Sungguh indah
tempat ini, tak berlama-lama berada ditempat ini karena cuaca
sangatlah panas dan terik.
Kemudian
berjalan mengikuti jalanan setapak berpasir hingga sampai di sebuah
hutan yang ditumbuhi pohon-pohon pinus besar, saya pun menjelaskan
bahwa kita akan memasuki daerah yang dinamakan “cemoro kandang”.
Dari tempat inilah ujian untuk kaki kita kan dimulai, karena kita
akan berjalan naik secara konstan melewati hutan yang kayunya
kebanyakan sudah banyak yang menghitam akibat kebakaran tahun yang
lalu. Benar saja baru berjalan beberapa ratus meter, stamina kami
langsung cepat habis. Di tengah perjalanan kamipun memilih istirahat
ditempat sejuk dibawah pohon. Tapi kagetnya ditempat itu kami bertemu
dengan rombongan lain yang kami lihat berangkat terlebih dahulu
ketika sedang lewat tanjakan cinta, tak ubahnya seperti keluarga
besar yang baru berkumpul kamipun langsung akrab padahal baru
berjumpa, sambil istirahat dan makan-makan kami juga Tanya jawab
mengenai asal kami masing-masing. Mereka berempat ada yang berasal
dari UGM jogja dan UnMat Mataram, tak tanggung2 mereka kesini naik
motor dari daerahnya masing-masing, gak bisa bayangin jauhnya
perjalanan mereka. Canda tawa pun menemani istirahat kami saat itu,
tak berlama-lama beristirahat kamipun minta izin untuk berangkat
terlebih dahulu.
Kondisi jalan yang berdebu dan cuaca yang sangat panas memanglah menjadi hambatan dalam perjalanan ini, sehingga kami harus pandai-pandai mengatur stamina agar tak cepat terkuras yaitu dengan berjalan pelan-pelan dengan jarak yang agak berhauhan supaya debu yang berterbangan hasil dari injakan sepatu-sepatu barisan paling depan tak mengganggu pernafasan kami. Tak menyangka pula dalam perjalanan ini kami saling salip menyalip dengan rombongan pendaki tadi, mereka seolah energinya penuh setelah istirahat lama tadi. Tak mau kalah kamipun menyalipnya kembali hingga sampailah kami di Jambangan yaitu sebuah daerah datar yang ditumbuhi banyak pohon-pohon khas savanna dan yang paling khas yaitu pohon edelweiss memang endemik ditempat itu. Memandang kedepan gunung semeru dengan gagahnya menampakkan diri didepan mata kami dengan jelas, kamipun beristirahat ditempat ini disusul oleh rombongan tadi yang ikut gabung istirahat dengan kami. Keindahan tempat ini seolah menyihir kami untuk cepat-cepat bergegas melanjutkan perjalanan lagi yang tak sabar lagi menanti kejutan dari semeru. Kamipun berjalan kembali meninggalkan rombongan tadi yang masih asik istirahat, berjalan menyusuri jalan setapak yang berbeda dengan jalanan sebelumnya karena kali ini kebanyakan jalanan sudah datar dan banyak turunnya. Berbekal semangat Adele hasil dari lagu Adele yang diputar dari HP si Andy ditambah lagu-lagu lama koleksinya kami berjalan sambil nyanyi-nyanyi dengan riang sambil berharap bisa melupakan capeknya perjalanan yang sedang kami lakukan.
Kondisi jalan yang berdebu dan cuaca yang sangat panas memanglah menjadi hambatan dalam perjalanan ini, sehingga kami harus pandai-pandai mengatur stamina agar tak cepat terkuras yaitu dengan berjalan pelan-pelan dengan jarak yang agak berhauhan supaya debu yang berterbangan hasil dari injakan sepatu-sepatu barisan paling depan tak mengganggu pernafasan kami. Tak menyangka pula dalam perjalanan ini kami saling salip menyalip dengan rombongan pendaki tadi, mereka seolah energinya penuh setelah istirahat lama tadi. Tak mau kalah kamipun menyalipnya kembali hingga sampailah kami di Jambangan yaitu sebuah daerah datar yang ditumbuhi banyak pohon-pohon khas savanna dan yang paling khas yaitu pohon edelweiss memang endemik ditempat itu. Memandang kedepan gunung semeru dengan gagahnya menampakkan diri didepan mata kami dengan jelas, kamipun beristirahat ditempat ini disusul oleh rombongan tadi yang ikut gabung istirahat dengan kami. Keindahan tempat ini seolah menyihir kami untuk cepat-cepat bergegas melanjutkan perjalanan lagi yang tak sabar lagi menanti kejutan dari semeru. Kamipun berjalan kembali meninggalkan rombongan tadi yang masih asik istirahat, berjalan menyusuri jalan setapak yang berbeda dengan jalanan sebelumnya karena kali ini kebanyakan jalanan sudah datar dan banyak turunnya. Berbekal semangat Adele hasil dari lagu Adele yang diputar dari HP si Andy ditambah lagu-lagu lama koleksinya kami berjalan sambil nyanyi-nyanyi dengan riang sambil berharap bisa melupakan capeknya perjalanan yang sedang kami lakukan.
- Cemoro Kandang - Kalimati - SumberMani
" Sedikit lagi!!!"
Setelah
berjalan sekitar 4 jam dari Ranukumbolo, akhirnya kami disambut oleh
pasirnya kaki mahameru di kalimati, sebuah bangunan terlihat dari
jauh yang menandakan kami sudah sampai di kalimati. Kalimati adalah
area batas akhir pendakian yang diizinkan oleh pihak perijinan dan
merupakan kawasan aman dari letusan semeru yang paling dekat dengan
puncak, disini dapat terlihat jelas bahwa kami benar-benar berada
dikakinya pas mahameru, hal ini sungguh-sungguh amazing. Kalimati ini
juga merupakan area camping ground kedua sebelum para pendaki
melanjutkan perjalanan menuju puncak mahameru, sehingga banyak
dijumpai tempat-tempat datar yang memang sangat cocok untuk dijadikan
tempat mendirikan tenda.
Kalimati |
Sumber Mani |
Di kalimati kami berjumpa dengan 2 rombongan pendaki yang kebetulan pagi sebelumnya sudah sampai di puncak mahameru dan mereka akan turun siang itu juga, tak sungkan2 mereka kami ajak ngobrol untuk mengetahui situasi terkini dari puncak apakah masih aman atau tidak untuk didaki? Mereka hanya bilang hati-hati saja dengan anginnya terbilang sangat kencang dan terkadang membawa butiran pasir yang bisa membuat mata kelilipan. Pesan itu kami perhatikan baik-baik agar nantinya tak membuat kami ceroboh ketika melakukan summit attack ke puncak. Tak berlama-lama kamipun mendirikan tenda diarea tanah yang kosong dibawah pepohonan pinus yang rindang, kamipun berbagi tugas yaitu ada yang mendirikan tenda dan memasak, dan satunya ada yang mengambil air disumber mani. Kebetulan saya dan Andy kebagian tugas mengambil air di sumber mani, tapi sebelumnya saya belum banyak tahu mengenai tempat itu. Sebelum berangkat kami mencoba menggali informasi dari pendaki yang akan turun tadi mengenai waktu tempuh dan kondisi trek untuk sampai ke Sumber mani. Mereka Cuma menjawab: kalo berangkat sih setengah jam paling lama dan jalanannya pun jelas kok, tapi kalo baliknya tergantung mas, bilangnya pendaki tersebut.
Dalam perjalanan saya dan andy berdua turun menyusuri jalan setapak sambil berpikir ulang: pendaki tadi aja bilang, kalo berangkatnya sih cepet karena jalanannya turun, tapi kalo balik dia menjawab tergantung yang berarti jalanan pasti akan naik. Mencoba berpikir realistis, saya dan andy pun sadar bahwa yang dikatakan pendaki tadi memang benar. Untuk mecapai sumber mani sangatlah sulit treknya, berangkatnya aja udah sulit apalagi pas baliknya tambah sulit. Tapi semua itu terbayar dengan keindahan bunga edelweiss yang bermekaran sepanjang perjalanan menuju sumbermani. Surga edelweiss benar-benar ada ditempat ini, tak berselang lama sekitar 15 menit perjalanan kami menemukan sebuah tetesan air yang terkumpul hingga membentuk aliran yang agak deras yang dikenal sebagai sumber mani. Segera 4 botol air kemasan langsung kami isi penuh sambil merasakan kesegaran air tersebut dengan meminumnya langsung dan membasuhkannya langsung kemuka, alangkah segarnya air ini yang tak kalah segarnya dengan air dari ranukumbolo. Setelah sekiranya cukup, saya dan andy pun kembali menenteng 2 botol masing-masing sambil naik turun melewati curamnya trek di sumbermani ini. Sehingga kami memang harus hati-hati dalam berjalan, teringat saya harus terpeleset ketika melewati suatu tanjakan dan air yang saya bawa harus jatuh dan untungnya si Andy bisa menyelematkan air yang saya jatuhkan dan untungnya lagi airnya tak tumpah. Hal itu menyadarkan kami bahwa air memang sangatlah berharga di gunung ini dan kami tak mau mensia-siakannya untuk hal yang sekiranya tak perlu. Setelah setengah jam lebih kami mengambil air yang sudah ditunggu-tunggu oleh teman-teman yang lagi sibuk menyiapkan masakan untuk makan malam.
Udarapun bertambah dingin setelah hari menjelang sore, ditambah angin yang berhembus sangat kencang yang membuat kami tak betah berlama-lama berada diluar. Rombongan pendaki dari UGM+UnMat yang baru sampai langsung beristirahat didalam sebuah bangunan yang bisa dibilang kosong alias tidak berpenghuni. Saya dan yugie pun coba mengecek apakah bangunan itu benar-benar kosong dan nyaman untuk ditempati, setelah berkeliling-keliling kamipun berujar untuk pindah ketempat itu saja karena notabene bangunan tersebut baru dibenerin dan kondisinya masih bagus ditambah perlindungan yang diberikan terhadap hembusan angin yang membawa hawa dingin ditempat ini. Setelah makan sore sekaligus makan malam siap dan kami langsung makan begitu saja, langsung bergegas tenda kami kosongkan isinya dan langsung kami angkat dan kami masukkan kedalam bangunan, tapi kami bebeda ruang tentunya karena satu ruang hanya cukup untuk satu tenda. Disini kami menemukan kehangatan dan terbebas dari hembusan angin yang kencang dan dinginnya malam. Malam itupun kami bisa tidur dengan nyenyak tanpa menghiraukan dinginnya malam itu dan sekaligus mempersiapkan stamina buat melanjutkan perjalanan ke puncak di pagi hari nanti.
- Kalimati – Arcopodo
"Time to Summit Attack!!!"
Jam
00.00 saya terbangun dari tidur, tak lupa saya juga membangunkan
teman-teman yang lain untuk segera bangun juga karena kita kan summit
attack ke puncak pukul 01.00. Tapi sebelum bersiap-siap, kami memasak
air untuk membuat kopi dan mie instan untuk dinikmati sebelum
berangkat. Di salah satu ruangan kami berkumpul untuk menghangatkan
diri sambil menikmati kopi panas yang lama-lama berganti menjadi
dingin, mie yang sudah masak dalam panci menjadi sasaran yang kami
serbu secara bersama-sama untuk sekedar menjadi penghangat tubuh dan
pengganjal perut tentunya. Kemudian tak lupa kopi panas kami masukkan
ke 2 termos kecil sebagai minuman penghangat setibanya dipuncak
nanti. Setelah itu kamipun bersiap-siap menyiapkan segala sesuatu
yang dibutuhkan untuk melakukan summit attack dan tenda beserta
isinya kami tinggal dipondok ini, barang wajib setiap pendaki seperti
senter,baju hangat dan tas sebagai tempat makanan dan minuman sudah
kami persiapkan.
Entah berapa derajat suhu dimalam itu kami terpaksa keluar dan petang sebelumnya kami sudah berjanji dengan rombongan pendaki lain yang menginap disamping ruangan kami untuk berangkat sama-sama. Kamipun menuju depan ruangan mereka untuk mengecek kesiapan mereka apakah jadi berangkat bareng-bareng. Merekapun sudah besiap-siap tinggal berangkat saja dan pukul 01.15 kami semua berkumpul untuk berdoa kepada tuhan meminta keselamatan dalam melakukan pendakian kepuncak mahameru, semua hening sejenak kecuali suara angin yang meniup dedaunan pohon pinus dan atap seng bangunan memanjatkan doa dalam hati agar pagi ini kami bisa menjejakkan kaki dipuncak tertinggi pulau jawa ini. Selesai berdoa tangan2 kami bertumpuk menjadi satu dan sembari bareng2 mengatakan “Puncak Mahameru” woiii. Dan summit attackpun dimulai dan lagi-lagi saya ditunjuk sebagai pemandu alias berada dibarisan paling depan.
Melewati jalan setapak berpasir ditemani cahaya senter malam itu yang ujungnya kami harus turun kebawah menuju sebuah sungai mati yang menjadi asal muasal nama “kalimati” hingga berjumpa hutan yang dipenuhi pohon pinus. Kamipun berjalan menerobos hutan yang gelap, melewati jalanan berkelok-kelok yang konstan naik terus menerus. Apalagi disertai debu-debu yang beterbangan terbawa angin yang menerobos hutan ditambah hasil injakan sepatu-sepatu kami semakin membuat perjalanan ini mulai agak berat. Lama-lama stamina mulai terkuras, karena kami tahu sendiri sudah berada diketinggian berapa yang memungkinkan kadar oksigen disini sudah mulai menipis. Berjalan menanjak sekitar 10 langkah sudah istirahat, saya berusaha mengimbangi para anggota ekspedisi ini yang kebanyakan minta jalannya agar tidak terlalu cepat. Medan yang sungguh berat dan menantang memang tersaji dijalur ini, karena kami harus berjalan naik yang terkadang akar pohon menjadi pegangan kami untuk naik. Setelah sejam berjalan akhirnya kami sampai di kawasan Arcopodo, Arcopodo adalah kawasan tempat beristirahat para pendaki selain di kalimati yang menginginkan jarak pendakian tak terlalu jauh ke puncak. tapi melihat jalur trek kayak tadi mending saya memilih ngecamp di kalimati saja daripada naik berat-berat bawa carrier ke tempat ini.
Entah berapa derajat suhu dimalam itu kami terpaksa keluar dan petang sebelumnya kami sudah berjanji dengan rombongan pendaki lain yang menginap disamping ruangan kami untuk berangkat sama-sama. Kamipun menuju depan ruangan mereka untuk mengecek kesiapan mereka apakah jadi berangkat bareng-bareng. Merekapun sudah besiap-siap tinggal berangkat saja dan pukul 01.15 kami semua berkumpul untuk berdoa kepada tuhan meminta keselamatan dalam melakukan pendakian kepuncak mahameru, semua hening sejenak kecuali suara angin yang meniup dedaunan pohon pinus dan atap seng bangunan memanjatkan doa dalam hati agar pagi ini kami bisa menjejakkan kaki dipuncak tertinggi pulau jawa ini. Selesai berdoa tangan2 kami bertumpuk menjadi satu dan sembari bareng2 mengatakan “Puncak Mahameru” woiii. Dan summit attackpun dimulai dan lagi-lagi saya ditunjuk sebagai pemandu alias berada dibarisan paling depan.
Melewati jalan setapak berpasir ditemani cahaya senter malam itu yang ujungnya kami harus turun kebawah menuju sebuah sungai mati yang menjadi asal muasal nama “kalimati” hingga berjumpa hutan yang dipenuhi pohon pinus. Kamipun berjalan menerobos hutan yang gelap, melewati jalanan berkelok-kelok yang konstan naik terus menerus. Apalagi disertai debu-debu yang beterbangan terbawa angin yang menerobos hutan ditambah hasil injakan sepatu-sepatu kami semakin membuat perjalanan ini mulai agak berat. Lama-lama stamina mulai terkuras, karena kami tahu sendiri sudah berada diketinggian berapa yang memungkinkan kadar oksigen disini sudah mulai menipis. Berjalan menanjak sekitar 10 langkah sudah istirahat, saya berusaha mengimbangi para anggota ekspedisi ini yang kebanyakan minta jalannya agar tidak terlalu cepat. Medan yang sungguh berat dan menantang memang tersaji dijalur ini, karena kami harus berjalan naik yang terkadang akar pohon menjadi pegangan kami untuk naik. Setelah sejam berjalan akhirnya kami sampai di kawasan Arcopodo, Arcopodo adalah kawasan tempat beristirahat para pendaki selain di kalimati yang menginginkan jarak pendakian tak terlalu jauh ke puncak. tapi melihat jalur trek kayak tadi mending saya memilih ngecamp di kalimati saja daripada naik berat-berat bawa carrier ke tempat ini.
- Arcopodo – Puncak Mahameru
"Antara Batas Fisik, Kepercayaan & Semangat"
Arcopodo
berketinggian 2900 mdpl adalah kawasan paling terakhir para pendaki
bisa ngecamp sebelum melanjutkan pendakian kepuncak, nama “Arcopodo”
berarti patung kembar yang memang benar disini dulunya terdapat
sebuah patung kembar yang gedenya gak tau seberapa tapi tiba-tiba
hilang secara misterius dan tak ada yang tahu keberadaanya hingga
saat ini. Menurut cerita patung tersebut bisa menampakkan diri pada
seseorang yang dikehendakinya dan ukurannya pun bermacam-macam, ada
yang bilang tingginya bisa sebesar mahameru itu sendiri dan ada yang
bilang kecil beberapa centimeter saja. Ditempat kamipun beristirahat
sejenak dengan minum dan makan perbekalan kami masing-masing, tak
berlama-lama karena tubuh bertambah dingin dan kaku bila istirahat
terlalu lama. Kamipun melanjutkan perjalanan kembali dengan kondisi
trek yang masih sama, tetapi kali ini kami entah mendapat hiburan
baru dengan pemandangan cantik lampu perkotaan yang terlihat
diselipan dedaunan pohon pinus. Perjalanan ke puncak kira-kira
tinggal 3-4 jam lagi jadi kami masih belum ada setengah jalan saat
itu. Beberapa meter keatas sedikit kami menjumpai beberapa
monument-monumen yang dibangun dan diperuntukkan untuk pendaki yang
meninggal dalam perjalanan ke puncak mahameru.
Tak berselang lama kami hampir sampai di batas vegetasi yaitu cemoro tunggal dengan melewati sebuah tepian jurang yang menjadi jalur lava pijar g.semeru. Kamipun harus berjalan ekstra hati-hati melewati trek itu dan sampailah kami di cemoro tunggal. Cemoro tunggal merupakan batas akhir vegetasi dari gunung semeru dan menandakan perjalanan berlanjut melewati pasir semeru. Disinilah perjalanan yang sangat seru baru dimulai, karena kita akan berjalan 3 langkah turun 2 langkah. Ditemani hembusan angin yang kencang yang terkadang membawa butiran pasir seolah memberi isyarat bahwa perjalanan kali ini tak mudah untuk dilakukan. Dengan kondisi trek yang superberat ini, kaki ini harus dipaksa bekerja ekstra untuk melayani keinginan kami. Di trek seperti ini kuncinya kami harus pandai mencari pijakan batu-batu besar agar tak membuat sia-sia tenaga yang kami keluarkan dan satunya berjalanlah sekuat tenagamu hingga kakimu lelah, ketika sudah lelah istirahatlah.
Ketika berhenti memandang kedepan kelihatan puncak dengan remang-remang yang kelihatannya masih sangat jauh sekali dan ketika memutuskan berhenti istirahat saya melihat teman-teman masih berjuang dengan kerasnya berjalan melewati pasir yang terkadang membuat mereka harus berputus asa sejenak karena saking beratnya medan yang mereka lewati. Belum lagi rasa haus yang cepat mendera kami disertai perut yang mulai keroncongan semakin memperlambat jalan kami, ditambah lagi hawa dingin yang dibawa angin yang selalu berhembus melewati kami yang membuat kami menggigil kedinginan gak karuan. Tapi semua itu bisa kami lawan dengan semangat pantang menyerah untuk sampai ke puncak. Terkadang dalam setiap pijakan yang kubuat dan berhenti sejenak sambil menoleh ketas melihat bintang-bintang bersebaran dilangit malam yang luas, dan merekapun seolah berinteraksi dengan berlari-lari jatuh menghilangkan diri. Melihat pemandangan seperti itu, kaki seolah ringan kembali dan kuat kembali untuk berjalan selangkah demi selangkah.
Terlebih disuatu kondisi saya yang sudah kelaparan berat berjalan sendiri keatas, tak tega mengeluarkan air dari tas karena air tinggal setengah botol dan teman-teman dibawah belum pada minum semua dan apalagi saya tak membawa makanan secuilpun. Terpaksa saya berdoa agar bisa melewati kondisi seperti ini dan ternyata doa saya bisa terkabul. Ketika itu saya sedang berbaring dengan lemasnya menanti teman-teman yang ada dibawah, sambil putus asa dalam benak hati saya berdoa andai ada makanan didepan saya. Ketika saya memutuskan bangun dan duduk sambil melihat ke bawah, ternyata didepan saya ada sebuah plastic yang tertindih sebuah batu. Seolah percaya semoga saja dalam plastic tersebut ada makanan, kemudian saya hampiri dan saya ambil bungkus plastic tersebut. Alhamdulillah ternyata benar plastic tersebut berisi makanan yang masih utuh, Allah memang maha Rahim bagi makhluknya dalam hatiku bergumam. Dan si hamsah yang kebetulan istirahat diatas saya seolah tak percaya ketika saya cerita dan membagikan makanan tersebut ke dia. Saya pun hanya bisa mengucap syukur, sayapun mencoba melanjutkan perjalanan kembali. Belum sampai puncak, sinar mentari pun mulai tampak di sebelah timur kami. Sinar yang membawa kehangatan dipagi itu seolah menjadi lecutan semangat yang entah keberapa kali buat kami. Pukul 06.00 kami sudah melihat puncak yang tinggal beberapa meter lagi, dan akhirnya yang terakhir semangat mahameru membara mengantarkan kami sampai puncak.
Saya tak bisa membayangkan akhirnya saya untuk kedua kalinya bisa sampai kepuncak tertinggi di tanah jawa. Pagi itu kami bertiga telah sampai duluan dipuncak yaitu saya, hamsah dan mas edy. Capek, kesal, senang,sedih bercampur aduk menjadi satu dalam hati saya, untuk mengungkapkan semua rasa itu saya hanya bisa berteriak untuk menyemangati teman-teman saya yang masih berusaha dibawah. Bendera kebanggaan rombongan kami saya keluarkan untuk bisa berkibar dengan lantangnya di puncak, sembari saya pegangi untuk bisa dilihat teman-teman dari bawah agar untuk kesekian kalinya agar menjadi semangat lagi bagi mereka. Apalagi buat Yugie dan Andy yang masih berkemauan keras tetap melanjutkan perjalanan meski kaki mereka sakit demi mengejar sebuah nama “puncak” adalah harga mati bagi mereka. Saya sangat salut bagi mereka yang akhirnya sampai di puncak sekitar pukul 07.20 WIB, kamipun bersukacita menyambut kedatangan para rombongan pendaki lain yang juga berhasil sampai kepuncak apalagi 2 wanita diantara mereka yang bisa dibilang wonder woman kali. Mereka berhasil membuktikan diri pada semua orang bahwa mereka juga bisa, kamipun melanjutkan istirahat di tempat terbuka diatas puncak sembari melihat kawah jonggring saloka. Perbekalanpun kami keluarkan semua untuk reward kami yang berhasil sampai puncak, kamipun langsung melahap semua makanan yang ada karena memang benar-benar lapar dan kehausan. Yang paling special menikmati kopi di puncak gunung tertinggi di pulau jawa, tiada duanya kenikmatannya dibanding menikmati kopi dikawasan lain.
Trek puncak Mahameru |
Tak berselang lama kami hampir sampai di batas vegetasi yaitu cemoro tunggal dengan melewati sebuah tepian jurang yang menjadi jalur lava pijar g.semeru. Kamipun harus berjalan ekstra hati-hati melewati trek itu dan sampailah kami di cemoro tunggal. Cemoro tunggal merupakan batas akhir vegetasi dari gunung semeru dan menandakan perjalanan berlanjut melewati pasir semeru. Disinilah perjalanan yang sangat seru baru dimulai, karena kita akan berjalan 3 langkah turun 2 langkah. Ditemani hembusan angin yang kencang yang terkadang membawa butiran pasir seolah memberi isyarat bahwa perjalanan kali ini tak mudah untuk dilakukan. Dengan kondisi trek yang superberat ini, kaki ini harus dipaksa bekerja ekstra untuk melayani keinginan kami. Di trek seperti ini kuncinya kami harus pandai mencari pijakan batu-batu besar agar tak membuat sia-sia tenaga yang kami keluarkan dan satunya berjalanlah sekuat tenagamu hingga kakimu lelah, ketika sudah lelah istirahatlah.
Ketika berhenti memandang kedepan kelihatan puncak dengan remang-remang yang kelihatannya masih sangat jauh sekali dan ketika memutuskan berhenti istirahat saya melihat teman-teman masih berjuang dengan kerasnya berjalan melewati pasir yang terkadang membuat mereka harus berputus asa sejenak karena saking beratnya medan yang mereka lewati. Belum lagi rasa haus yang cepat mendera kami disertai perut yang mulai keroncongan semakin memperlambat jalan kami, ditambah lagi hawa dingin yang dibawa angin yang selalu berhembus melewati kami yang membuat kami menggigil kedinginan gak karuan. Tapi semua itu bisa kami lawan dengan semangat pantang menyerah untuk sampai ke puncak. Terkadang dalam setiap pijakan yang kubuat dan berhenti sejenak sambil menoleh ketas melihat bintang-bintang bersebaran dilangit malam yang luas, dan merekapun seolah berinteraksi dengan berlari-lari jatuh menghilangkan diri. Melihat pemandangan seperti itu, kaki seolah ringan kembali dan kuat kembali untuk berjalan selangkah demi selangkah.
Terlebih disuatu kondisi saya yang sudah kelaparan berat berjalan sendiri keatas, tak tega mengeluarkan air dari tas karena air tinggal setengah botol dan teman-teman dibawah belum pada minum semua dan apalagi saya tak membawa makanan secuilpun. Terpaksa saya berdoa agar bisa melewati kondisi seperti ini dan ternyata doa saya bisa terkabul. Ketika itu saya sedang berbaring dengan lemasnya menanti teman-teman yang ada dibawah, sambil putus asa dalam benak hati saya berdoa andai ada makanan didepan saya. Ketika saya memutuskan bangun dan duduk sambil melihat ke bawah, ternyata didepan saya ada sebuah plastic yang tertindih sebuah batu. Seolah percaya semoga saja dalam plastic tersebut ada makanan, kemudian saya hampiri dan saya ambil bungkus plastic tersebut. Alhamdulillah ternyata benar plastic tersebut berisi makanan yang masih utuh, Allah memang maha Rahim bagi makhluknya dalam hatiku bergumam. Dan si hamsah yang kebetulan istirahat diatas saya seolah tak percaya ketika saya cerita dan membagikan makanan tersebut ke dia. Saya pun hanya bisa mengucap syukur, sayapun mencoba melanjutkan perjalanan kembali. Belum sampai puncak, sinar mentari pun mulai tampak di sebelah timur kami. Sinar yang membawa kehangatan dipagi itu seolah menjadi lecutan semangat yang entah keberapa kali buat kami. Pukul 06.00 kami sudah melihat puncak yang tinggal beberapa meter lagi, dan akhirnya yang terakhir semangat mahameru membara mengantarkan kami sampai puncak.
Saya tak bisa membayangkan akhirnya saya untuk kedua kalinya bisa sampai kepuncak tertinggi di tanah jawa. Pagi itu kami bertiga telah sampai duluan dipuncak yaitu saya, hamsah dan mas edy. Capek, kesal, senang,sedih bercampur aduk menjadi satu dalam hati saya, untuk mengungkapkan semua rasa itu saya hanya bisa berteriak untuk menyemangati teman-teman saya yang masih berusaha dibawah. Bendera kebanggaan rombongan kami saya keluarkan untuk bisa berkibar dengan lantangnya di puncak, sembari saya pegangi untuk bisa dilihat teman-teman dari bawah agar untuk kesekian kalinya agar menjadi semangat lagi bagi mereka. Apalagi buat Yugie dan Andy yang masih berkemauan keras tetap melanjutkan perjalanan meski kaki mereka sakit demi mengejar sebuah nama “puncak” adalah harga mati bagi mereka. Saya sangat salut bagi mereka yang akhirnya sampai di puncak sekitar pukul 07.20 WIB, kamipun bersukacita menyambut kedatangan para rombongan pendaki lain yang juga berhasil sampai kepuncak apalagi 2 wanita diantara mereka yang bisa dibilang wonder woman kali. Mereka berhasil membuktikan diri pada semua orang bahwa mereka juga bisa, kamipun melanjutkan istirahat di tempat terbuka diatas puncak sembari melihat kawah jonggring saloka. Perbekalanpun kami keluarkan semua untuk reward kami yang berhasil sampai puncak, kamipun langsung melahap semua makanan yang ada karena memang benar-benar lapar dan kehausan. Yang paling special menikmati kopi di puncak gunung tertinggi di pulau jawa, tiada duanya kenikmatannya dibanding menikmati kopi dikawasan lain.
Pukul 08.00 WIB gunung semeru mulai menunjukkan aktivitasnya, kawah jonggring saloko bergemuruh seperti rombongan sapi lewat dan akhirnya mengeluarkan letusannya selama 10 detik yang disertai asap yang membumbung ke angkasa. Tak ingin melewatkan kesempatan emas itu, kamipun mengabadikan momen-momen itu dari foto-foto saat semeru meletus, foto bersama bendera merah putih yang berkibar dipuncak, foto dengan view tugu peringatan meninggalnya soe hok gie dan foto dengan vie pegunungan bromo. Setelah menikmati indahnya puncak tertinggi di pulau jawa ini, pukul 09.00 kamipun turun dari puncak.
- Turun dari Puncak hingga balik ke Surabaya
"Unforgettable Moment"
Perjalanan
turun inilah yang kami nanti setelah bercapek-capek badan naik
mendaki pagi sebelumnya, dengan kondisi trek yang berpasir halus
sangat memudahkan kami untuk turun walaupun masih berada pada
kemiringan sekitar 70˚. Kami turun dengan mudahnya sambil berlari ke
bawah melintasi pasir halus semeru sambil kaki ini sibuk mencari
pijakan yang tepat supaya tak terpeleset, ibarat lari marathon atau
pemain sky yang ekspert kamipun balapan turun kebawah. Apalagi
perutku yang sudah mules saat dipuncak tadi pengen segera boker
tentunya yang semakin membuat langkahku semakin cepat turun kebawah.
Cuma 20 menit untuk turun dari puncak dan kami sudah sampai di cemoro
tunggal, setelah merenggangkan kaki dan mencopot sepatu yang
kebetulan penuh terisi pasir saat perjalanan turun tadi. Cuaca
semakin panas membuat parah kondisi jalanan yang kami lewati yaitu
banyaknya debu yang berterbangan akibat pijakan kaki-kaki kami dan
yang paling diuntungkan adalah orang paling depan yang bisanya
meninggalkan debu dan membiarkan orang belakang menikmatinya.
Perjalanan turun hingga sampai kalimati ini Cuma memakan waktu sejam,
hal ini memang berbanding terbalik dengan saat perjalanan naik yang
membutuhkan waktu hingga 5-6 jam perjalanan.
Sesampainya di kalimati, kami langsung masuk tenda kami masing-masing dan langsung merebahkan badan untuk beristirahat, tak berselang lama mata sudah terlelap hingga 2 jam kedepan. Tibalah sekitar pukul 12 kami bangun dan persiapan memasak makanan untuk makan siang kami dan yang terpenting waktunya boker yang sudah kami tahan2 dari puncak tadi, berhubung dikalimati disediakan WC darurat kamipun antri satupersatu sambil menenteng tisu basah satupersatu. Sesudah itu kamipun masak mie bihun beserta sarden ditambah bumbu lafonte, dan tak lupa 2 gelas kopi hangat kami nikmati bersama sambil join tentunya. Setelah makanan semua masak dan disiapkan dipiring kami masing-masing, siaplah kami menyantapnya seperti orang2 kelaparan. Setelah perut kenyang tak lupa kami bagi tugas dan kebetulan saya kebagian tugas ngebersihin piring dan perabitan masak, karena air disini sangat berharga terpaksa kami membersihkan dengan tissue dan plastic bekas kemasan makanan seadanya dan hasilnya tak sebersih bila finishingnya dibilas dengan air. Sesudah itu sampah kami kumpulkan jadi satu dan kami bereskan tenda beserta barang-barang kami, tak lupa kami bersihkan tempat yang menjadi penginapan kami semalam itu agar kelihatan tak menjijikkan bila dipandang.
Pukul 13.00 WIB kami bersiap-siap berangkat dan seperti ritual biasanya kami berdoa terlebih dahulu sebelum melakukan segala sesuatu. Setelah selesai perjalanan turun menuju ranu kumbolo pun kami lakukan dengan semangat kembali, perjalanan turun kali ini terbilang lumayan sulit karena kami harus naik-naik sebentar sebelum melewati gunung jambangan dan akhirnya monoton turun terus melewati hutan cemoro kandang. Seperti biasanya kami berpapasan dengan beberapa pendaki lain saat dalam perjalanan turun kali ini, disini kami masih berjalan beriringan sambil menunggu si Andi dan yugie yang kebetulan kakinya masih cedera. Heheheh kayak maen bola aja dibilang cedera, ya gitulah cenat-cenut lututnya bila dibuat jalan kata mereka. Sesampainya di Oro-oro ombo tak lupa kami kami yang belum puas menikmati indahnya bunga2 yang bermekaran disitu berlari-lari seperti orang yang baru melihat surga. Apalagi saat dilihat dari atas jalan setapak pinggiran bukit yang kami lewati, padang ilalang terlihat sangat elok disertai hembusan angin yang meniup dedaunan ilalang yang semakin menambah sejuknya suasana. Hati ini serasa berat meninggalkan surga kecil ini dan pengen lebih lama lagi menikmatinya, sesampainya di bukit terakhir sebelum turun ke turunan cinta. Kebalikan dari tanjakan cinta kami lihat dari atas pemandangan sekumpulan tenda yang ramai bermukim di pinggiran ranukumbolo. Wah malam kali ini sepertinya special nih gak seperti malam yang sebelumnya disini pikirku.
Sesampainya di kalimati, kami langsung masuk tenda kami masing-masing dan langsung merebahkan badan untuk beristirahat, tak berselang lama mata sudah terlelap hingga 2 jam kedepan. Tibalah sekitar pukul 12 kami bangun dan persiapan memasak makanan untuk makan siang kami dan yang terpenting waktunya boker yang sudah kami tahan2 dari puncak tadi, berhubung dikalimati disediakan WC darurat kamipun antri satupersatu sambil menenteng tisu basah satupersatu. Sesudah itu kamipun masak mie bihun beserta sarden ditambah bumbu lafonte, dan tak lupa 2 gelas kopi hangat kami nikmati bersama sambil join tentunya. Setelah makanan semua masak dan disiapkan dipiring kami masing-masing, siaplah kami menyantapnya seperti orang2 kelaparan. Setelah perut kenyang tak lupa kami bagi tugas dan kebetulan saya kebagian tugas ngebersihin piring dan perabitan masak, karena air disini sangat berharga terpaksa kami membersihkan dengan tissue dan plastic bekas kemasan makanan seadanya dan hasilnya tak sebersih bila finishingnya dibilas dengan air. Sesudah itu sampah kami kumpulkan jadi satu dan kami bereskan tenda beserta barang-barang kami, tak lupa kami bersihkan tempat yang menjadi penginapan kami semalam itu agar kelihatan tak menjijikkan bila dipandang.
Pukul 13.00 WIB kami bersiap-siap berangkat dan seperti ritual biasanya kami berdoa terlebih dahulu sebelum melakukan segala sesuatu. Setelah selesai perjalanan turun menuju ranu kumbolo pun kami lakukan dengan semangat kembali, perjalanan turun kali ini terbilang lumayan sulit karena kami harus naik-naik sebentar sebelum melewati gunung jambangan dan akhirnya monoton turun terus melewati hutan cemoro kandang. Seperti biasanya kami berpapasan dengan beberapa pendaki lain saat dalam perjalanan turun kali ini, disini kami masih berjalan beriringan sambil menunggu si Andi dan yugie yang kebetulan kakinya masih cedera. Heheheh kayak maen bola aja dibilang cedera, ya gitulah cenat-cenut lututnya bila dibuat jalan kata mereka. Sesampainya di Oro-oro ombo tak lupa kami kami yang belum puas menikmati indahnya bunga2 yang bermekaran disitu berlari-lari seperti orang yang baru melihat surga. Apalagi saat dilihat dari atas jalan setapak pinggiran bukit yang kami lewati, padang ilalang terlihat sangat elok disertai hembusan angin yang meniup dedaunan ilalang yang semakin menambah sejuknya suasana. Hati ini serasa berat meninggalkan surga kecil ini dan pengen lebih lama lagi menikmatinya, sesampainya di bukit terakhir sebelum turun ke turunan cinta. Kebalikan dari tanjakan cinta kami lihat dari atas pemandangan sekumpulan tenda yang ramai bermukim di pinggiran ranukumbolo. Wah malam kali ini sepertinya special nih gak seperti malam yang sebelumnya disini pikirku.
Setelah itu kami turun dengan
tertatih-tatih karena memang kami sangat capek setelah naik turun
dari puncak mahameru tadi pagi dan obatnya kami pengen cepet-cepet
ketemu air apalagi nyebur ke ranukumbolo sepertinya mantab tuh. Tak
berpikir lama setelah mendirikan tenda, saya dan udinpun langsung
menuju pinggiran ranu yang agak jauh letaknya dari tempat tenda kami
berdiri. Dari jauh terlihat 2 orang yang sedang asyik mandi yang
kayaknya sih porter2 pembawa perlengkapan syuting film, kami berdua
pun mnedekati mereka. Setelah minta izin bergabung dengan para porter
tersebut, kami berdua langsung nyebur. Alamak dingin banget nih air
yang dinginnya langsung menembus kulit dan menusuk tulang, belum lagi
sepertinya kaki dan kepala ini ikut kram. Mencoba berenang agak
ketengah ternyata kaki sudah tak berpijak pada dasar ranu yang
alhasil saya harus kembali dan tak berlama-lama mandi di ranu ini,
melihat tingkah kami yang seperti itu membuat kami jadi bahan
tertawaan para porter tadi. Apalagi si Hamsa yang baru ikut gabung
langsung terjun saja ke kolam dan spontan langsung menggigil
kedinginan lah tubuhnya. Saya dan udin udin sore itu udahan karena
sudah tak kuat nahan dinginnya tubuh kami dan buru-buru kembali
ketenda kami untuk ganti pakaian.
Sore itu kami istirahat sejenak sambil membantu si Roza mempersiapkan menu makan malam nanti. Tak sadar disamping tenda kami ternyata sedang ada proses pengambilan gambar untuk syuting film 5 cm, wah untung banget nih dan sedikit berharap kecipratan rejeki ketemu artis film ini. Sambil keluar dari tenda berpura-pura lagi mbetulin tenda dan mbantu si Roza masak sesekali kami nengok ke sebelah kami gimana sih cara mereka buat film2 selama ini. Hingga malam menjelang dan anehnya malam itu disini hawanya tak terlalu dingin proses syuting asih belum selesai karena beberapa kali break untuk istirahat dan makan malam. Puncaknya ketika si Roza lagi menggoreng ikan asin yang spontan suara dan bau yang tercium sangat khas membuat para kru syuting ikut ngiler liat masakan kami meskipun menunya sederhana, belum lagi suara goreng ikan asin tadi sempat mengganggu proses syuting karena suara berisik yang ditimbulkannya. Kamipun jadi objek omelan utama para kru film karena Cuma tenda kami yang bersebelahan dengan tempat mereka mengambil gambar.
Suasana saat itu ramai sekali hingga larut malam menjelang dan kamipun tak takut gelap karena malam itu kami diterangi oleh lampu-lampu yang berdiri tegak disamping tenda kami. Ramainya mereka ngomong malam itu tak membuat kami terganggu karena badan ini memang sudah sangat capek dan pengen segera cepat tidur. Tendapun segera kami tutup rapat meskipun udara malam itu tak terlalu dingin, setidaknya antisipasi bila pagi nanti hawa disini berubah ekstrim menjadi dingin kembali. Pagipun menjelang dan sinar mentaripun muncul menyelinap diantara resettling tenda yang abru saya buka, pagi itupun serasa sempurna karena kami tak diganggu lagi rasa dingin seperti pagi-pagi sebelumnya disini kemarin. Rasanya cuci muka dan sikat gigi dipinggir danau menjadi aktivitas awal yang harus kami lakukan dipagi itu, barulah setelahnya ikut membantu yang lain bersih-bersih piring, ggelas dan perlengkapan masak.
Pagi itupun serasa special memandang ke sebelah tenda kami terlihat artis cantik baru keluar dari tendanya dan siap-siap untuk syuting lagi, wah memang susah ya jadi artis pikirku. Pagi itu Master chef si Roza sedang sibuk menyiapkan sarapan buat kami dan yang lain sesekali bermain-main sambil potret sana-sini sambil sesekali juga ngeliat proses syuting film yang dari tadi sutradara bilang cut-cut-cut. Tapi berhubung ini hari terakhir kami berada ditempat itu jadi sarapan kali itu harus kami buat sespesial mungkin, akhirnya setelah makanan siap semua segera kami beber jas hujan untuk alas tikar kami di hadapan ranukumblo langsung.Kami seperti rombongan piknik yang lagi menikmati makanan ditempat itu, tak menghiraukan orang lain bilang apa kami enjoy2 aja sambil menikmati makanan yang mewah yang disajikan saat itu tentunya sambil menikmati indahnya ranu kumbolo didepan kami. Setelah puas sarapan kami masih belum puas kayaknya menikmati indahnya tempat ini, kamipun masih sempat memuaskan diri kami dengan berfoto-foto dari tempat sana-sini hingga kami baru sadar ternyata si Udin lagi ulang tahun hari ini.
Sore itu kami istirahat sejenak sambil membantu si Roza mempersiapkan menu makan malam nanti. Tak sadar disamping tenda kami ternyata sedang ada proses pengambilan gambar untuk syuting film 5 cm, wah untung banget nih dan sedikit berharap kecipratan rejeki ketemu artis film ini. Sambil keluar dari tenda berpura-pura lagi mbetulin tenda dan mbantu si Roza masak sesekali kami nengok ke sebelah kami gimana sih cara mereka buat film2 selama ini. Hingga malam menjelang dan anehnya malam itu disini hawanya tak terlalu dingin proses syuting asih belum selesai karena beberapa kali break untuk istirahat dan makan malam. Puncaknya ketika si Roza lagi menggoreng ikan asin yang spontan suara dan bau yang tercium sangat khas membuat para kru syuting ikut ngiler liat masakan kami meskipun menunya sederhana, belum lagi suara goreng ikan asin tadi sempat mengganggu proses syuting karena suara berisik yang ditimbulkannya. Kamipun jadi objek omelan utama para kru film karena Cuma tenda kami yang bersebelahan dengan tempat mereka mengambil gambar.
Suasana saat itu ramai sekali hingga larut malam menjelang dan kamipun tak takut gelap karena malam itu kami diterangi oleh lampu-lampu yang berdiri tegak disamping tenda kami. Ramainya mereka ngomong malam itu tak membuat kami terganggu karena badan ini memang sudah sangat capek dan pengen segera cepat tidur. Tendapun segera kami tutup rapat meskipun udara malam itu tak terlalu dingin, setidaknya antisipasi bila pagi nanti hawa disini berubah ekstrim menjadi dingin kembali. Pagipun menjelang dan sinar mentaripun muncul menyelinap diantara resettling tenda yang abru saya buka, pagi itupun serasa sempurna karena kami tak diganggu lagi rasa dingin seperti pagi-pagi sebelumnya disini kemarin. Rasanya cuci muka dan sikat gigi dipinggir danau menjadi aktivitas awal yang harus kami lakukan dipagi itu, barulah setelahnya ikut membantu yang lain bersih-bersih piring, ggelas dan perlengkapan masak.
Pagi itupun serasa special memandang ke sebelah tenda kami terlihat artis cantik baru keluar dari tendanya dan siap-siap untuk syuting lagi, wah memang susah ya jadi artis pikirku. Pagi itu Master chef si Roza sedang sibuk menyiapkan sarapan buat kami dan yang lain sesekali bermain-main sambil potret sana-sini sambil sesekali juga ngeliat proses syuting film yang dari tadi sutradara bilang cut-cut-cut. Tapi berhubung ini hari terakhir kami berada ditempat itu jadi sarapan kali itu harus kami buat sespesial mungkin, akhirnya setelah makanan siap semua segera kami beber jas hujan untuk alas tikar kami di hadapan ranukumblo langsung.Kami seperti rombongan piknik yang lagi menikmati makanan ditempat itu, tak menghiraukan orang lain bilang apa kami enjoy2 aja sambil menikmati makanan yang mewah yang disajikan saat itu tentunya sambil menikmati indahnya ranu kumbolo didepan kami. Setelah puas sarapan kami masih belum puas kayaknya menikmati indahnya tempat ini, kamipun masih sempat memuaskan diri kami dengan berfoto-foto dari tempat sana-sini hingga kami baru sadar ternyata si Udin lagi ulang tahun hari ini.
Sesuai
tradisi dikelompok kami kalo gak mau ntraktir ya harus diceburin dan
kami mencoba membujuk udin kalo dia mau diceburin diranukumbolo itu
feel nya beda dengan diceburin kolam kampus. Akhirnya dia mau juga
dan segera dia masuk tenda untuk ganti baju, saya pun menyiapkan
kamera untuk merekam kejadian itu. Udin keluar dari tenda langsung
kedua tangan dan kakinya dipegangi oleh teman-teman, saya pun memberi
aba-aba dan setelah hitungan 123 selesai udin pun langsung dilempar
ke air ranukumbolo. Saking ramenya aktivitas kami ini, lagi-lagi kami
dimarahi oleh kru syuting karena suaranya mengganggu proses
pengambilan mereka. Harap maklumlah ini kan film mahal, jadi mereka
benar-benar tak mau bisa diganggu sedikitpun. Udinpun keluar dari
ranu dengan tubuh yang langsung menggigil dan langsung masuk kedalam
tenda untuk ganti pakaian. Setelah itu kami prepare barang-barang
kami untuk siap-siap melakukan perjalanan turun menuju ranupane,
selesai prepare kami masih menyempatkan diri untuk foto-foto sambil
berpamitan dengan ranukumbolo. Pukul 09.00 WIB pun kemudian kami
berjalan keluar dari tempat ini melewati barisan tenda yang digunakan
untuk syuting film 5 cm, sambil berpamitan dengan para porter dan
orang2 yang kebetulan berpapasan dengan kami. Jalanan
kecil menyusuri danaupun menyambut kami sebagai tanda awal perjalanan
turun kami mulai lagi, sesampainya di tanjakan tinggi menuju pos 4
kaki kami diuji lagi untuk melewatinya. Alhasil baru awal perjalanan
nafas kami sudah ngos-ngosan, kamipun beristirahat sejenak sebelum
melanjutakn perjalanan lagi. Dengan tenaga yang baru jalanan dari pos
4 hingga pos 2 pun kami lahap tanpa berhenti, sesampainya dipos 2
kamipun istirahat sejenak sambil makan minum perbekalan yang tersisa.
Pukul 11.00 WIB kamipun melanjutkan perjalanan lagi hingga langsung
menuju ranupane dan akhirnya setelah bercapek-capek ria berjalan
selama 4 jam kamipun sampai di pos perijinan dan langsung merebahkan
carrier kami dibangku warung milik penduduk sekitar. Tak berlama-lama
saya pun segera menuju pos perijinan untuk laporan dan memberikan
bukti sampah yang telah kami bawa turun hingga tempat ini. Kemudian
tak berselang lama kami dapat tawaran naik truk dengan biaya 30.000
per-orang hingga sampai tumpang dan langsung dapat charteran langsung
hingga sampai terminal arjosari yang meminta bayaran 10.000 perorang.
Tanpa berpikir panjang kamipun langsung menyetujuinya karena sudah
tak ada lagi kendaraan yang ingin turun dari ranupane kecuali hanya
truk ini saja yang baru mengangkut para porter dan barang-barang
keperluan syuting dari tumpang dibawah sana. Barang-barang kami
angkat semua menuju truk untuk ditata dan kamipun semuanya naik ke
truk bersamaan para porter, jadi kami harus berjubelan diatas bak
truk dan sungguh tak nyaman kami dalam kondisi seperti itu. never
mind yang penting bisa pulang pikir kami dan truk langsung berangkat
melewati jalanan desa yang naik turun yang disertai tetesan air yang
jatuh dari dedaunan pohon karena hujan memang baru mengguyur kawasan
ini. Sekali lagi hal ini membuktikan bahwa cuaca memang tak bisa
sepenuhnya ditebak dikawasan ini, meskipun jalanan yang kami lewati
bisa dibilang cukup ekstrim dan terkadang truk harus bergoyang kekiri
kekanan yang semakin membuat suasana lebih menegangkan.
Kamipun
sepenuhnya menikmati hembusan embun air yang msih melekat didedaunan
pepohonan yang kebetulan tersapu oleh truk yang sedang kami lewati.
Hingga sampai dikawasan pedesaan para porterpun satu demi satu sudah
turun semua, hingga tinggallah kami bertujuh diatas truk. Hingga
pukul 15.00 kamipun sampai di tumpang, tapi kami tidak diturunkan di
pasarnya melainkan diturunkan dirumah pemilik truk tersebut. Setelah
kami membayar lunas si bapak dan kamipun ibarat tamu disuguhi satu
muk teh, untuk menghormatinya kami meminum teh tersebut sambil
ngobrol dengan si bapak. Kemudian ganti barang-barang kami turunkan
dari atas truk dan berpindah masuk kedalam mobil angkutan, kamipun
langsung masuk kedalam angkutan dan mobil langsung meluncur menuju
terminal arjosari.
Sesampainya di terminal kami harus menunggu 2
teman kami yaitu si Roza dan Andy yang sudah kagak tahan pengen beol
karena sudah 4 hari keduanya belum bisa keluar. Setelah itu kami naik
bus jurusan Surabaya yang keliatannya tinggal satu-satunya sore itu,
tak berpikir lama kami langsung naik ke bus tersebut dan duduk
berjejer dibangku belakang sambil tentunya menjaga barang-barang
kami. Tidurpun menjadi aktivitas kami selanjutnya karena badan sudah
letih sekali, kamipun tak menghiraukan adanya orang hilir mudik masuk
keluar dari bus. Setelah 2 jam lamanya kami berada didalam bus
akhirnya kami sampai di terminal bungurasih dan langsung cari bus
damri jurusan terminal bratang. Dan kebetulan lagi bus tersebut masih
ada dan akan berangkat 5 menit lagi, dalam hati untung bus ini belum
berangkat karena sehabis ini sudah tak ada lagi bus yang akan menuju
kesana. Dengan tarif murah cuma Rp.2000 kami langsung menuju terminal
bratang yang kebetulan tak terlalu lama untuk sampai kesana. Pukul
20.30 kamipun tiba diterminal dan kali ini kami akan menunggu teman2
kami yang akan menjemput kami diterminal ini. Karena jarak kampus
dengan terminal yang lumayan dekat, tak berselang lama kami dijemput
bak pahlawan pulang dari medan peperangan. Kamipun pulang kembali
menuju kampus tercinta dan tak lupa ingin share/cerita mengenai
perjalanan kami mengenai susah senangnya dari ekspedisi kali ini.
Sungguh memang perjalanan yang sangat menyenangkan, banyak sekali
momen-momen indah yang sungguh sayang untuk dilewatkan. Perjalanan
yang diselingi canda tawa menjadi perjalanan yang sangat tak mudah
untuk dilupakan dalam hal ini, ingat-ingat ketika salah satu dari
kami yang susah kami semua ikut susah juga dan yang terpenting kalau
senang semua harus senang juga. Selamat tinggal mahameru, kau
meninggalkan jejak yang tak terlupakan dibenak kami. Suatu saat kami akan kembali dan kami berharap keindahan yang engkau hadirkan tak luntur dimakan zaman. (Semeru 2012).
Yang masih penasaran, monggo disimak video perjalanan kami disini:
kayaknya seru tuh bang..
BalasHapuspengen dehh
monggo mbak.. dicoba-coba, nggak bakal lupa deh pengalaman yg didapat seumur hidup..
BalasHapus